Thursday, April 12, 2012

Kesesatan Sufi : Sholawat Nabi (Versi Sufi) dan Tasawuf

Shalawat Nabi Versi Sufi

Shalawat Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam bukanlah amalan yang asing bagi seorang muslim. Hampir-hampir setiap majlis ta’lim ataupun acara ritual tertentu tidak pernah lengang dari dengungan shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassalam.

Terlebih bagi seorang muslim yang merindukan syafa’atnya, ia pun selalu melantunkan shalawat dan salam tersebut setiap kali disebutkan nama beliau Shallallahu ‘alaihi wassalam. Karena memang shalawat kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wassalam merupakan ibadah mulia yang diperintahkan oleh Allah Ta’ala.

Allah Ta’ala berfirman :

(artinya): “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian kepada Nabi dan ucapkanlah salam kepadanya”. (Al Ahzab: 56)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda (artinya): “Barangsiapa bershalawat kepadaku sekali saja, niscaya Allah akan membalasnya dengan shalawat sepuluh kali lipat.” (H.R. Al Hakim dan Ibnu Sunni, dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’)

Demikianlah kedudukan shalawat Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam dalam agama Islam. Sehingga di dalam mengamalkannya pun haruslah dengan petunjuk Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassalam.

Sebaik-baik shalawat, tentunya yang sesuai dengan petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wassallam dan sejelek-jelek shalawat adalah yang menyelisihi petunjuknya Shallallahu ‘alaihi wassallam. Karena beliau Shallallahu ‘alaihi wassalam lebih mengerti shalawat manakah yang paling sesuai untuk diri beliau Shallallahu ‘alaihi wassallam.

Diantara shalawat-shalawat yang telah dituntunkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam kepada umatnya, yaitu (bacaan shalawat duduk tasyahud akhir saat sholat):

“Ya, Allah curahkanlah shalawat kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, sebagaimana Engkau telah curahkan shalawat kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. Ya Allah, curahkanlah barakah kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, sebagaimana Engkau telah curahkan barakah kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)

Dan masih banyak lagi shalawat yang dituntunkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wassallam . Adapun shalawat-shalawat yang menyelisihi tuntunan Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam maka cukup banyak juga, diantaranya beberapa shalawat yang biasa dilantunkan oleh orang-orang Sufi ataupun orang-orang yang tanpa disadari terpengaruh dengan mereka.

Beberapa Shalawat ala Sufi

1. Shalawat Nariyah
Shalawat jenis ini banyak tersebar dan diamalkan di kalangan kaum muslimin. Dengan suatu keyakinan, siapa yang membacanya 4444 kali, hajatnya akan terpenuhi atau akan dihilangkan kesulitan yang dialaminya. Berikut nash shalawatnya:

“Ya Allah , berikanlah shalawat dan salam yang sempurna kepada Baginda kami Nabi Muhammad, yang dengannya terlepas semua ikatan kesusahan dan dibebaskan semua kesulitan. Dan dengannya pula terpenuhi semua kebutuhan, diraih segala keinginan dan kematian yang baik, dan dengan wajahnya yang mulia tercurahkan siraman kebahagiaan kepada orang yang bersedih. Semoga shalawat ini pun tercurahkan kepada keluarganya dan para sahabatnya sejumlah seluruh ilmu yang Engkau miliki.”

Para pembaca, bila kita merujuk kepada Al Qur’an dan As Sunnah, maka kandungan shalawat tersebut sangat bertentangan dengan keduanya. Bukankah hanya Allah semata yang mempunyai kemampuan untuk melepaskan semua ikatan kesusahan dan kesulitan, yang mampu memenuhi segala kebutuhan dan memberikan siraman kebahagiaan kepada orang yang bersedih?!

Allah Ta’ala berfirman :
“Katakanlah (wahai Muhammad): Aku tidak kuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak pula mampu menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentunya aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan tertimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan dan pembawa khabar gembira bagi orang-orang yang beriman.” (Al A’raf: 188)

Dan juga firman-Nya :
“Katakanlah (wahai Muhammad): Panggillah mereka yang kalian anggap (sebagai tuhan) selain Allah. Maka mereka tidak akan mempunyai kekuasaan untuk menghilangkan bahaya darimu dan tidak pula memindahkannya.” (Al-Isra: 56)

Para ahli tafsir menjelaskan, ayat ini turun berkenaan dengan kaum yang berdo’a kepada Al Masih, atau malaikat, atau sosok orang shalih dari kalangan jin. (Tafsir Ibnu Katsir 3/47-48)

Seorang laki-laki datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wassallam , lalu mengatakan:
“Berdasarkan kehendak Allah dan kehendakmu”. Maka beliau bersabda:

“Apakah engkau hendak menjadikanku sebagai tandingan bagi Allah? Ucapkanlah: “Berdasarkan kehendak Allah semata”. (HR. An-Nasa’i dengan sanad yang hasan) (Lihat Minhaj Al-Firqatin Najiyah hal. 227-228, Muhammad Jamil Zainu)

Maka dari itu, jelaslah dari beberapa dalil diatas bahwasanya Shalawat Nariyah terkandung padanya unsur pengkultusan yang berlebihan terhadap diri Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam hingga menyejajarkannya dengan Allah Ta’ala. Tentunya yang demikian ini merupakan salah satu bentuk kesyirikan yang dimurkai oleh Allah dan Nabi-Nya.

2. Shalawat Al Faatih (Pembuka)
Nash shalawat tersebut adalah:

“Ya Allah! berikanlah shalawat kepada Baginda kami Muhammad yang membuka segala yang tertutup ….”

Berkata At-Tijani pendiri tarekat Sufi Tijaniyah – secara dusta – : “….Kemudian beliau (Nabi Shallahu ‘alaihi wassalam) mengabarkan kepadaku untuk kedua kalinya, bahwa satu kali membacanya menyamai setiap tasbih yang terdapat di alam ini dari setiap dzikir, menyamai dari setiap do’a yang kecil maupun besar, dan menyamai membaca Al Qur’an 6.000 kali, karena ini termasuk dzikir.” (Mahabbatur Rasul 285, Abdur Rauf Muhammad Utsman)

Para pembaca, demikianlah kedustaan, kebodohan dan kekafiran yang nyata dari seorang yang mengaku berjumpa dengan Nabi Shallallahu ‘alaihi wassallam , karena ia berkeyakinan bahwa perkataan manusia lebih mulia 6.000 kali lipat daripada firman Allah Ta’ala.

Bukankah Allah telah menegaskan dalam firman-Nya :

(artinya): “Dan siapakah yang perkatannya lebih benar dari pada Allah? (An Nisaa’:122)


“Dan sungguh telah sempurna kalimat Tuhanmu(Al Qur’an),sebagai kalimat yang benar dan adil.”(Al An’am:115)

Demikian pula Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam telah menegaskan dalam sabdanya (artinya): “Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah perkataan Allah “. (HR. Muslim)

“Barangsiapa yang membaca satu huruf dari Al Qur’an , maka baginya satu kebaikan. Dan satu kebaikan menjadi sepuluh kali semisal (kebaikan) itu. Aku tidak mengatakan: alif laam miim itu satu huruf, namun alif satu huruf, laam satu huruf, dan miim satu huruf.” (HR.Tirmidzi dan yang lainnya dari Abdullah bin Mas’ud yang dishahihkan oleh Asy Syaikh Al-Albani)

Wahai saudaraku, dari beberapa dalil di atas cukuplah bagi kita sebagai bukti atas kebatilan shalawat Al Faatih, terlebih lagi bila kita telusuri kandungannya yang kental dengan nuansa pengkultusan terhadap Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam yang dilarang dalam agama yang sempurna ini.

3. Shalawat Sa’adah (Kebahagiaan)
Nash adalah sebagai berikut:

“Ya Allah, berikanlah shalawat kepada Baginda kami Muhammad sejumlah apa yang ada dalam ilmu Allah, shalawat yang kekal seperti kekalnya kerajaan Allah …”.

Berkata An-Nabhani As-Sufi setelah menukilkannya dari Asy-Syaikh Ahmad Dahlan: ”Bahwa pahalanya seperti 600.000 kali shalat. Dan siapa yang rutin membacanya setiap hari Jum’at 1.000 kali, maka dia termasuk orang yang berbahagia dunia akhirat.” (Lihat Mahabbatur Rasul 287-288)

Wahai saudaraku, mana mungkin shalat yang merupakan tiang agama dan sekaligus rukun Islam kedua pahalanya 600. 000 di bawah shalawat sa’adah ini?! Cukuplah yang demikian itu sebagai bukti atas kepalsuan dan kebatilan shalawat tersebut.

4. Shalawat Burdatul Bushiri
Nashnya adalah sebagai berikut:

“Wahai Rabbku! Dengan perantara Musthafa (Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassallam ) penuhilah segala keinginan kami dan ampunilah dosa-dosa kami yang telah lalu, wahai Dzat Yang Maha Luas Kedermawanannya.”

Shalawat ini mempunyai beberapa (kemungkinan) makna. Bila maknanya seperti yang terkandung di atas, maka termasuk tawasul kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam yang beliau telah meninggal dunia.

Hal ini termasuk jenis tawasul yang dilarang, karena tidak ada seorang pun dari sahabat yang melakukannya disaat ditimpa musibah dan yang sejenisnya. Bahkan Umar bin Al Khathab ketika shalat istisqa’ (minta hujan) tidaklah bertawasul dengan Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam karena beliau telah meninggal dunia, dan justru Umar meminta Abbas paman Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam (yang masih hidup ketika itu) untuk berdo’a. Kalaulah tawasul kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam ketika beliau telah meninggal dunia merupakan perbuatan yang disyari’atkan niscaya Umar melakukannya.

Adapun bila mengandung makna tawasul dengan jaah (kedudukan) Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam maka termasuk perbuatan yang diada-adakan dalam agama, karena hadits: “Bertawasullah dengan kedudukanku”, merupakan hadits yang tidak ada asalnya (palsu). Bahkan bisa mengantarkan kepada kesyirikan disaat ada keyakinan bahwa Allah Ta’ala butuh terhadap perantara sebagaimana butuhnya seorang pemimpin terhadap perantara antara dia dengan rakyatnya, karena ada unsur menyamakan Allah dengan makhluk-Nya, sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. (Lihat Al Firqatun Najiyah hal. 85)

Sedangkan bila maknanya mengandung unsur (Demi Nabi Muhammad) maka termasuk syirik, karena tergolong sumpah dengan selain Allah Ta’ala.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda (artinya): “Barang siapa yang bersumpah dengan selain Allah, maka dia telah berbuat kafir atau syirik.” ( HR At Tirmidzi, Ahmad dan yang lainnya dengan sanad yang shahih)

Para pembaca, dari sekian makna di atas maka jelaslah bagi kita kebatilan yang terkandung di dalam shalawat tersebut. Terlebih lagi Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam dan para sahabatnya tidak pernah mengamalkannya, apalagi mengajarkannya. Seperti itu pula hukum yang dikandung oleh bagian akhir dari Shalawat Badar (bertawasul kepada Nabi Muhammad, para mujahidin dan ahli Badar).

5. Nash shalawat seorang sufi Libanon:

“Ya Allah berikanlah shalawat kepada Muhammad sehingga Engkau menjadikan darinya keesaan dan qoyyumiyyah (maha berdiri sendiri dan yang mengurusi makhluknya).” Padahal Allah Ta’ala berfirman (artinya): ”Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Asy-Syura: 11)

Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam sendiri pernah bersabda: “Janganlah kalian mengkultuskan diriku, sebagaimana orang-orang Nasrani mengkultuskan Isa bin Maryam. Hanyalah aku ini seorang hamba, maka katakanlah: “(Aku adalah) hamba Allah dan Rasul-Nya.” (H.R Al Bukhari).

Wallahu A’lam Bish Shawab

Hadits-Hadits Palsu Dan Dha’if Yang Tersebar Di Kalangan Umat
Hadits Anas bin Malik Radiyallahu ‘anhu:

“Barangsiapa bershalawat kepadaku pada malam Jum’at 80 kali, niscaya Allah akan mengampuni segala dosanya selama 80 tahun.”

Keterangan:
Hadits ini palsu, karena di dalam sanadnya terdapat seorang perawi yang bernama Wahb bin Dawud bin Sulaiman Adh Dharir. Al Khathib Al Baghdadi berkata: “Dia seorang yang tidak bisa dipercaya.” Asy Syaikh Al Albani berkata: “Sesungguhnya ciri-ciri kepalsuan hadits ini sangatlah jelas.” (Lihat Silsilah Adh Dha’ifah no. 215)

(Dikutip dari Buletin Islam Al Ilmu Edisi 50/II/IV/1426, diterbitkan Yayasan As Salafy Jember. Judul asli “Tasawuf & Sholawat Nabi”. Dikirim oleh al Al Akh Ibn Harun via email.)

Tasawuf

Kata Tasawuf sekali pun tidak pernah disebut di dalam Al Qur’an dan Hadits yang sahih. Bukankah jika Tasawuf itu begitu penting dalam Islam tentu Allah dan Rasulnya akan memerintahkan manusia untuk belajarTasawuf? Tidak mungkin Nabi yang bersifat Balligh”(menyampaikan) menyembunyikan perintah Allah bukan? Sebaliknya Nabi berkata bahwa setiap hal yang baru/diada-adakan (di bidang agama) adalah bid’ah dan
sesat:

“Sesungguhnya perkataan yang paling baik adalah kitab Allah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan perkara yang paling buruk adalah perkara yang baru dan setiap bid’ah adalah tersesat” ( H.R Muslim ).

Allah mengatakan agama Islam sudah sempurna. Jadi tak perlu lagi ditambah bid’ah seperti Tasawuf:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِينًا

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” [QS Al-Maa-idah 5:3]

2. Tasawuf tidak jelas artinya. Ada yang menyebut dari shuffah, bulu domba, shof terdepan, bahkan dari kata Yunani: Theo Sophos. Bagaimana mungkin orang mempelajari sesuatu yang tidak jelas sebagai ajaran dari Islam yang penting?

3. Jika sumber agama Islam adalah Al Qur’an dan Hadits yang sahih (yang dloif/maudlu ditolak):

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” [QS An Nisaa 4:59]

Sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Aku tinggalkan padamu dua hal, yang tidak akan sesat kamu selama berpegang teguh kepada keduanya, yaitu Kitabullah dan sunnah Nabi-Nya.” (HR Ibnu ‘Abdilbarri)

Maka sumber Tasawuf bisa dari mana saja. Istilah Abdurrahman Abdul Khaliq yang mereka jadikan sumbernya adalah bisikan yang dida`wahkan datang kepda para wali dan kasyf (terbukanya takbir hingga mereka tahu yang ghaib) yang mereka da`wahkan, dan tempat-tempat tidur (mimpi-mimpi), perjumpaan dengan orang-orang mati yang dulu-dulu, dan (mengaku berjumpa) dengan Nabi Khidir a.s, bahkan dengan melihat Lauh Mahfudh, dan mengambil (berita) dari jin yang mereka namakan para badan halus (Rohaniyyin). Banyak sekali ajaran Tasawuf yang memakai cerita-cerita yang tidak jelas sahih/dlaifnya serta dari mimpi-mimpi orang yang mereka anggap wali. Belajar Tasawuf bisa membuat kita lupa dari mempelajari Al Qur’an dan Hadits yang justru merupakan sumber ajaran Islam yang asli.

4. Adapun sumber pengambilan syari`ah bagi ahli Islam adalah Al Kitab (Al Qur`an), As-Sunnah (Al Hadits), Ijma` (kesepakatan para ulama terdahulu mengenai awal Islam), dan Qiyas (perbandingan, yaitu pengambilan hukum dengan membandingkan kepada hukum yang sudah ada ketegasannya dari Nash/text Al Qur`an atau Al Hadits, dengan syarat kasusnya sama, misalnya beras bisa untuk zakat fitrah karena diqiyaskan dengan gandum yang udah ada nash haditsnya). Sedangkan bagi orang-orang tasawuf, perbuatan syariat mereka didirikan diatas mimpi-mimpi (tidur), khidhir, jin, orang-orang mati, syaikh-syaikh, semua mereka itu dijadikan pembuat syariat. Oleh karena itu, jalan-jalan dan cara-cara pembuatan syariat tasawuf itu bermacam-macam. Sampai-sampai mereka mengatakan jalan-jalan menuju Allah Subhanahu wa Ta’ala itu sebanyak bilangan nafas makhluk-makhluk. Maka tiap-tiap syaikh memiliki tarekat dan manhaj/jalan untuk pendidikan dan dzikir khusus. Jika dalam Islam sumber dzikir dan do’a berasal dari Al-Qur’an dan Hadits, maka dalam Tasawuf berdasarkan ajaran para syekhnya (yang mungkin berasal dari mimpi mereka)

5. Islam itu adalah agama yang Muhaddad/jelas (ditegaskan batasan ketentuan) aqidahnya, ibadahnya, dan syari`atnya. Dalam Islam dijelaskan apa itu rukun Iman, rukun Islam, cara shalat, puasa, dzikir, doa berdasarkan Al Qur’an dan Hadits yang sahih. Selama ada sumber Al-Qur’an dan Hadits diterima, jika tidak ada ditolak.

6. Sedangkan tasawuf itu agama yang tidak ada batasannya, tidak ada pengertian (yang ditentukan secara pasti) dalam aqidah ataupun syari`at-syari`atnya. Sumber yang berasal dari mimpi orang yang dianggap wali sudah cukup bagi mereka untuk diamalkan sehingga amalan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam seperti dzikir, doa, shalat Tahajjud, dsb justru terlupakan. Karena ketidak-jelasan sumber dan syari’ah Tasawuf, maka orang-orang kafir memakai Tasawuf terutama untuk menghilangkan ajaran jihad dari ummat Islam. Contohnya ada di www.libforall.org di mana para pendeta bekerjasama dengan para sufi berusaha menghilangkan jihad dari ummat Islam lewat Tasawuf.

7. Paham Tasawuf seperti Wihdatul Wujud (bersatunya manusia dengan Allah) itu menyesatkan. Al Hallaj mengaku sebagai Allah. Ana al Haq (Akulah Allah) begitu katanya. Demikian pula tokoh sufi lain seperti Syekh Siti Jenar yang mengaku sebagai Allah. Terakhir Ahmad Dhani, Dewa, dalam lagunya Satu”berkata Aku ini adalah diriMu (Allah).” Mungkin orang sufi berpendapat itu karena teramat dekatnya mereka dengan Allah sehingga sampai mengaku sebagai Allah. Padahal Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang merupakan manusia sempurna dan paling dekat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak pernah sekalipun mengaku sebagai Allah. Bukankah Nabi dan ummat Islam selalu berkata “Iyyaka na’budu” (kepadaMu kami menyembah)? Itulah salah satu arogansi sufi. Mengaku Tuhan seperti Fir’aun. Al Hallaj dan Syekh Siti Jenar
difatwa sesat dan dihukum mati oleh para ulama.

8. Sufi Abu Yazid al-Bustami (meninggal diBistam, Iran,261 H/874 M.) Dia adalah pendiri tarekat Naqsyabandiyah. Mengaku berguru pada Imam Ja’far padahal dia baru lahir 40 tahun setelah Imam Ja’far meninggal dunia. Pada suatu waktu dalam pengembaraannya, setelah shalat Subuh Yazid Al-Bustami berkata kepada orang-orang yang mengikutinya, ”Innii ana Allah laa ilaaha illaa ana fa`budnii (Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tiada Tuhan melainkan aku, maka sembahlah aku). ” Mendengar kata-kata itu, orang-orang yang menyertainya mengatakan bahwa al-Bustami telah gila. Menurut pandangan para sufi, ketika mengucapkan kata-kata itu, al-Bustami sedang berada dalam keadaan ittihad, suatu maqam (tingkatan) tertinggi dalam paham tasawuf.

9. Al-Bustami juga pernah mengucapkan kata-kata, ”Subhani, subhani, ma a`dhama sya`ni (mahasuci aku, mahasuci aku, alangkah maha agungnya aku).” Nah jika Nabi mengajarkan dzikir “Subhanallahu (Maha Suci Allah), maka syekh Tasawuf mengajarkan dzikir” Subhani” (Maha Suci aku). Ini jelas kesombongan yang besar yang dibenci Allah:

وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ

“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” [QS Luqman 31:18]

Al-Bustami juga berkata, ”Laisa fi al-jubbah illa Allah (tidak ada didalam jubah ini kecuali Allah).”

10. Paham Tasawuf, kasyf (tersingkapnya hijab, hingga seorang sufi bisa mengetahui hal ghaib), juga bertentangan dengan ayat Al Qur’an. Padahal Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sendiri tidak mengetahui yang ghaib, bahkan jelas-jelas menegaskan bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak tahu apa yang diperbuat Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sendiri esok (lihat dalam Bab Aqidah). Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

قُل لَّا يَعْلَمُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ

“Katakanlah ! Tidak ada yang dapat mengetahui perkara yang ghaib dilangit dan di bumi kecuali Allah .” (QS An-Naml 27:65)

Ada sebagian delegasi yang datang ke Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, mereka menganggap bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam termasuk orang yang mengaku bisa melihat yang ghaib, maka mereka menyembunyikan sesuatu didalam (genggaman) tangan mereka untuk beliau. Dan mereka berkata kepada beliau,” Kabarkanlah kepada kami, apa dia (yang ada dalam gemgaman kami ini) ? Lalu beliau menjawab kepada mereka dalam keadaan berteriak, “Aku bukan seorang dukun.

“Sesungguhnya dukun dan perdukunan serta dukun-dukun itu didalam neraka.” (Diriwayatkan Abu Daud: 286 ).

11. Diantaranya sufi ada yang menganggap bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak sampai pada derajat dan keadaan mereka (orang-orang sufi). Dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam (dianggap) jahil (bodoh) terhadap ilmu tokoh-tokoh tasawuf seperti perkataan Busthami,” Kami telah masuk lautan, sedang para nabi berdiri ditepinya.” Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, pengarang kitab Ila At-Tashawwuf ya`Ibadallaah menisbatkan perkataan tersebut kepada At-Tijani (pendiri tarekat At-Tijaniyah).

12. Diantara orang-orang sufi ada yang mempercayai bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam itu adalah kubah alam, dan dia itulah dan dia itulah Allah yang bersemayam diatas arsy; sedangkan langit-langit, bumi, arsy, kursi, dan semua alam itu dijadikan dari nurnya (Nur Muhammad), dialah awal kejadian, yaitu yang bersemayam diatas Arsy Allah Subhanahu wa Ta’ala. Inilah aqidah Ibnu Arabi dan orang-orang yang datang setelahnya/pengikutnya. Para sufi ini mengangkat derajad Nabi sedemikian tinggi sehingga seolah-olah sama kedudukannya dengan Yesus (Anak Allah) dengan Tuhan Bapak menurut kepercayaan agama Kristen. Padahal Allah Ta’ala berfirman:

قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ

“Katakanlah (Wahai Muhammad), sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia seperti kalian, yang diwahyukan kepadaku” (QS Al Kahfi 18:110).

إِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي خَالِقٌ بَشَرًا مِن طِينٍ

(Ingatlah) ketika Rabbmu berfirman kepada para Malaikat: Sesungguhnya Aku akan ciptakan manusia dari tanah liat. (QS Shaad 38:71)

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَمَن يَعْشُ عَن ذِكْرِ الرَّحْمَنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ

”Barang siapa yang berpaling dari pengajaran (Allah) Yang Maha Pemurah (Al Qur`an), kami adakan baginya syetan (yang menyesatkan), dan syetan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.” (QS Az-Zukhruf 43:36)

Pengajaran Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah pengajaran yang dibawa oleh Rasul-Nya, yakni AlQur`an. Barang siapa tidak beriman kepada Al Qur`an, tidak membenarkan beritanya, dan tidak meyakini kewajiban perintahnya, berarti dia telah berpaling dari Al Qur`an, kemudian syetan datang menjadi teman setia baginya.

13. Sufi juga mengecam orang yang menyembah Allah karena menginginkan surga dan takut neraka. Menurut mereka hanya boleh menyembah Allah karena cinta kepada Allah. Oleh karena itu seorang sufi, Rabiatul ‘Adawiyah berkata, “Ya Allah jika aku menyembahMu karena ingin surga, maka tutup pintu surga bagiku. Jika aku menyembahMu karena takut neraka, maka buka pintu neraka untukku” Itu adalah sifat sombong dan riya. Dalam Islam kita diajarkan untuk mencintai Allah dan Rasulnya di atas yang lain termasuk diri kita sendiri. Meski demikian kita juga diperintahkan untuk berharap akan surga dan takut api neraka.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواقُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُعَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْوَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” [QS At Tahrim 66:6]

Do’a yang terbaik justru bertentangan dengan para sufi tersebut: Dan di antara mereka ada orang yang bendoa:

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

“Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka”. [QS Al-Baqarah 2:201]

14. Banyak orang berusaha mengkoreksi kesesatan Tasawuf termasuk Imam Al Ghazali dalam bukunya Ihya’‘Uluumuddiin. Toh Imam Al Ghazali terperosok juga karena menggunakan contoh di luar Al Qur’an dan Hadits. Misalkan dalam rangka hidup sederhana memberi contoh sufi yang kelewat zuhud sehingga memakai baju bulu yang kotor dan berkutu. Padahal Nabi mengatakan kebersihan sebagian dari iman. Begitu pula kisah orang yang hanya beribadah saja sehingga tidak mampu memberi nafkah keluarganya. Untuk makan dia berkeliling ke rumah temannya. Yang punya 7 teman maka dalam 7 hari kembali lagi ke teman pertama yang dia tumpangi. Ada pula yang sebulan baru ketemu dengan teman pertama yang dia tumpangi dan ada pula yang setahun. Padahal Nabi memberi sunnah untuk berusaha dan tidak menyusahkan orang. Tangan di atas (memberi) lebih baik dari tangan di bawah. Begitu kata Nabi. Buya Hamka yang menulis buku Tasawuf modern juga menggambarkan wali Sufi begitu sakti hingga bisa mengangkat kapal yang tenggelam di laut dari jauh! Padahal Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam saja ketika perang Uhud sampai berdarah mulutnya. Ini timbul kesan orang belajar Tasawuf untuk dapat kesaktian/karamah.

15. Sesungguhnya dalam Al Qur’an dan Hadits kita menemukan pedoman bagaimana berakhlaq yang bagus, sederhana tidak boros, menjauhi ghibah atau buruk sangka, amar ma’ruf nahi munkar, jihad, cara beribadah/mendekatkan diri kepada Allah, dan sebagainya. Dalam Tasawuf meski ada namun sering berlebihan. Sebagai contoh dulu Tasawuf mengajarkan hidup sederhana sehingga mereka hidup seperti gembel/pengemis. Sekarang Tasawuf modern diajarkan dihotel-hotel yang mewah yang jauh dari contoh hidup sederhana yang diajarkan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

16. Perkataan Imam Ahmad tentang keharusan menjauhi orang-orang tertentu yang berada dalam lingkaran tasawuf, banyak dikutip orang. Diantaranya ketika seseorang datang kepadanya sambil meminta fatwa tentang perkataan Al-Harits Al Muhasibi (tokoh sufi, meninggal 857 M.). Lalu Imam Ahmad bin Hanbal berkata, “Aku nasihatkan kepadamu, janganlah duduk bersama mereka.” (duduk dalam majlis Al-Harits Al-Muhasibi) Ibnul Jauzi, Talbis Iblis.

17. Imam Syafi`i berkata, “Seandainya seseorang menjadi sufi pada pagi hari, maka siang sebelum Dhuhur ia menjadi orang yang dungu.” Imam Syafi`i juga pernah berkata. ”Tidaklah seseorang menekuni tasawuf selama 40 hari, lalu akalnya (masih bisa) kembali normal selamanya

18. Ada yang menulis Imam Maliki mendukung Tasawuf, tapi itu tidak benar. Selain zaman Imam Maliki Tasawuf belum dikenal juga Imam Maliki tidak pernah menulis satu buku pun tentang Tasawuf atau mengajarkannya. Padahal beliau adalah salah satu dari Imam Madzhab yang punya banyak murid dan pengikut.

19 comments:

  1. apakah tasawuf itu sesat klo ya mengapa para ulama dan umaro' membiarkan ajja... dan bahkan berkembang pesat... cara pngajaran apa yg terbaik dalam islam shingga qt yg awam tdk tersesat oleh'y?

    ReplyDelete
  2. Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh,
    Suatu amalan peribadatan yg tdk pernah diajarkan, diperintahkan, dicontohkan Nabi dan diamalkan sahabat adlh amalan sesat. Ulama telah memperingatkan ttg kesesatan tasawuf, tp sufi sudah merajalela di Indonesia dan ulama sufi pun sudah sgt byk sekali.
    Satu-satunya jalan kita skrg u/ menghindarinya adalah dg belajar syariat agama hanya dari AlQuran dan As-Sunnah (hadits yg shahih)

    ReplyDelete
  3. Wah ini nih kalo orang wahabi emang kya gini, Sayidina Ali RA berkata " Aku mndapatkan dua karung Ilmu dari Rasulullah, yg satu karung aku sebarkan tp yg satu karung lgi aku rahasiakan, krna jika aku sebarkan maka bisa2 leherku akan dipenggal" Itulah salah satu contoh yg mnyebabkan Tasawuf tidak kamu kenal...

    ReplyDelete
  4. Assalamu'alaikum,
    Inilah yg pertama kali anda hrs ucapkan seminimal mgkn utk memulai percakapan/komentar, bila anda seorg muslim.
    Apakah anda menuduh sahabat Ali bin Abi Tholib ra. Yg gagah berani d garis depan d byk pertempuran jihad fisabilillah takut lehernya ditebas, shgga ia menyembunyikan/merahasiakan ilmu? Dan bilamana memang ada amanat merahasiakan, apa yg membuat anda/siapapun bisa mengklaim tahu rahasia tsb?
    Pernyataan anda ini menuduh sahabat Ali bin Abi Tholib sebagai seorg pengecut yg takut mati atau pengkhianat yg tdk amanah. Celakalah anda dg pernyataan anda itu.
    Apakah org yg berpegang dan menegakkan sunnah sudah berganti nama dari Ahlusunnah waljamaah menjadi wahabi? Kemana akal anda?
    Jgn sembarangan mengucap wahabi, Al-Wahab adlh salah satu dr Nama Allah, jgn anda main². Dan jika yg anda mksd adlh Syaikh Muhammad bin abdul wahab, yg muridnya disebut sebagai wahabi, mk anda perlu belajar sejarah, krn beliau adlh yg menegakkan sunnah dan menentang bid'ah, menentang penyembahan kubur, sehingga org² kufur yg mencari keuntungan merasa tdk senang dan membuat tudingan dan cap wahabi pd pengikut beliau.
    Lebih baik bagi seseorg diam bila tdk tahu atau kurang mengerti.. Smoga anda bertobat dari kekhilafan anda ini.

    ReplyDelete
  5. Naudzubillahiminzalik...

    ana dukung prakata "adam bin iman"

    agar upaya pencegahan ialah dari diri kita sendiri.
    kita tarbiyahkan diri kita sendiri,insyaAllah kita akan terhindar dari kesesatan baik fisik maupun rohani. ..

    ReplyDelete
  6. Assalaamu'alaikum.

    Alhamdulillah. Ajib. Jazakollohu khoiron. Semoga semakin banyak yang mengenal Sunnah dan bukan yang dikira sebagai Sunnah. :)

    Dan semoga bermanfaat, insya Allah, mungkin dapat membaca ini:

    http://www.facebook.com/notes/abu-taqi-machicky-mayestino-ii/tashawwuf-atau-shufi/255356237872896



    ReplyDelete
  7. Setiap muslim adalah saudara, maka seorang muslim janganlah men-jelek2kan muslim lainnya, bisa jadi yang di-jelek2kan itu lebih baik dari yang men-jelek2kan. Sebab kebenaran dari Allah itu ditangkap oleh seseorang sesuai dengan kapasitasnya. Setidaknya, ada 4 tingkatan cara pandang seseorang terhadap suatu kebenaran. 1. Tingkatan MATA. Ketika seseorang melihat bulan di angkasa, dia katakan bulan itu 'kecil', karena yang nampak di mata bulan tsb tidak lebih besar dari gunung yang dilihatnya. 2. Tingkatan OTAK. Ketika seseorang melihat bulan di angkasa, dia katakan bulan itu 'besar', karena dengan ilmu pengetahuan yang ada dalam otaknya, dia bisa menghitung betapa besarnya bulan jauh lebih besar daripada gunung. 3. Tingkatan HATI. Ketika seseorang melihat bulan di angkasa, dia katakan bulan itu 'kecil', karena meski otaknya bisa menghitung betapa besarnya bulan, namun iman dalam hatinya mengatakan apalah arti besarnya bulan dibandingkan dengan Kemahabesaran Allah. 4. Tingkatan Rohani. Ketika seseorang melihat bulan di angkasa, dia katakan "tidak ada bulan", karena tauhid yang bergetar pada rohaninya mengatakan "kemana mata memandang disitu wajah Allah".
    Banyak orang islam awalnya mencari kebenaran, tapi terperangkap ke dalam perdebatan dan pembenaran diri semata, akhirnya kandas..!! ada yang jatuh ke jurang ujub, takabur, sombong, arogan. Ada juga yang terkungkung ke dalam badai pertikaian. Maksud hati mencari Tuhan, ternyata ketemu Hantu..! Tragis..! Nah kalau sudah demikian, yang tersisa cuma 1 pertanyaan :Kemana makna dan frekeunsi "Al-Islam rahmatan lil 'alamin..."?.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuhu, mulailah dg kalimat ini jka akan berbicara dg sesama muslim. Tidak ada yg menjelekkan musli, lain. Yang jelek itu adalah perbuatannya yang menyalahi syariat Allah yg telah ditetapkan. Yang jelek itu adalah perbuatan mengambil hak rububiyah Allah dlm menetapkan suatu cara peribadatan. Islam Rahmatan lil'alamin itu jelas sekali, tp tidak akan bisa selama-lamanya dijadikan dalil pembenaran dari perbuatan yang menyalahi syariat Allah yang dibawa oleh Rasulullah.

      Delete
  8. السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
    sebelumnya saya minta maaf kalau pertanyaan saya salah karena kedanggkalan ilmu saya, bagaimana kita tahu niat seseorang melakukan ibadah itu benar? berdasarkan apa yang telah anda paparkan diatas mengenai apa yang telah di kerjakan oleh kaum sufi dan ahli tasawuf yang salah satunya robi'ah al yadawiyah yang anda katakan riya'. memang cerita kejadian yang anda tulis itu banyak yang ghuluww.
    yang kedua apakah ada toleransi dalam bacaan sholawat dan dzikir misalkan dalam jumlah hitungan dzikir atau shalawat?
    al 'afwu wa syukron

    ReplyDelete
  9. Sungguh bodoh yang membuat artikel ini, tanpa menggunakan otak. Hanya bisa copas

    ReplyDelete
  10. alhamdulillah .......

    ini adalah nasihat yang baik untuk mengajak kepada JALAN KESELAMATAN DUNIA AKHIRAT......

    Jazakallah...........

    ReplyDelete
  11. mas, sampeyan tahu diciptakan dari nur nya siapa? nur nya Muhammad, mas. lah, kalau orang memuji dan mencintai muhammad dengan bershalawat salah, lah terus gimana? Coba dibaca dulu kitab nya, mas,
    Tentang tasawuf. Memang itu hal yg bukan mainstream, dan tetap seperti itu. karena tidak semua orang bisa memahami nya. Ya seperti mas nya ini contoh nya.
    Jika At-Tijani itu sesat, terus mengapa tarekat nya bisa berkembang pesat? mas nya sudah lihat secara langsung bagaimana tarekat tersebut dalam sehari-hari? Sampeyan tahu ndak silsilah kemursyidan tarekat? coba dilihat dulu.
    Coba sampeyan baca ihya' ulumudin. itu kitab adab, mas. adab nya sampeyan sudah benar sampai bisa bilang yg lain itu salah/sesat?
    salam.

    ReplyDelete
  12. assalamu alaikum. Mas antum benar,siapapun tdk berhak menyalahkan org lain, yg berhak adalah allah,nah kebetulan sufi itu banyak menyelisihi al qur'an yg mana al qur'an itu sendiri kalaamullah

    ReplyDelete
  13. ,,, alhamdullillah semoga Allah mengampuni dosa-dosa ku, dan semoga saudara dan saudariku mendapat petunjuk dari NYA.,,,, amin

    ReplyDelete
  14. Jika Kebenaran telah datang,maka kebathilan itu akan sirna dan tinggallah kebenaran.
    Bagaimana mungkin Penulis membuat karya tulis yang bercampur antara kebenaran dan kebathilan serta kebencian.
    Kebenaran itu datangnya dari Allah,Bukan dari Penulis.
    Kembalilah kepada Al-Quran dan Al-Hadist,agar tidak tersesat.
    Penulis hanyalah Manusia yang tak luput dari Salah.
    seberapa banyak Penulis menyampaikan kebenaran dan seberapa banyak pula penulis sendiri melanggarnya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya ingin mengaji mas..sebab dah berani cap waliyullah sesat..La Yasihushalatu Illa Bi Makrifatil Ma'bud..Kalau mas memang dah sangat pabdai..ajarkan saya berkenaan hadis qudsi tersebut..

      Delete
  15. "MENCACI DAN MELAKNAT BERMADZHAB IBLIS"

    Bismillahirahmanirahim
    Rasululah dan pewarisnya bukan pelaknat dan bukan pencaci.Di hadapan kita ada Qudwah ( teladan )

    Rasulullah Saw bersabda."Seorang mukmin tidak melaknat, menuduh dan berkata keji". "Aku tidak diutus sebagai pelaknat atau apapun berteriak teriak dipasar".

    Baginda bukan pencaci, bukan pula pelaknat.Begitu juga dengan pengikut baginda dari kalangan ulama, tidak ada diantara mereka pelaknat yang suka melaknat orang.

    bukan juga pencaci, yang mencaci bahkan terhadap orang awam.Apalagi terhadap ulama, terlebih lagi para sahabat Nabi dan Tabi'in.Mereka para sahabat dan tabi'in adalah sebaik baiknya penghargaan asas kehormatan.

    Dakwah yang baik dan benar tidak ada caci maki sama sekali.Rasulullah Saw tidak diutus untuk mencaci dan memaki.

    Tidak pula eorang Wali Allah bertugas untuk mencaci atau memaki.tidak pula berdiri hakikat ilmu dengan caci maki sama sekali !.

    Tidaklah berdiri suatu madzhab dengan caci maki kecuali madzhab iblis dan madzhab pengikut iblis, pada setiap waktu dan masa.

    Merekalah yang terbiasa meneruskan tradisi caci maki terhadap manusia, melaknat manusia, memancing emosi dan menanam kebencian diantara umat islam.

    Adapun para Nabi, para ulama dan para wali, mereka menebar kasih, menyebar persaudaraan, menyebarkan akhlak, menyebarkan kesucian hati, menyebarkan sikap menghargai, selalu menetapkan batasan, mengekang hawa nafsu, bersifat sabar dan menahan amarah.

    Inilah jalan yang ditempuh para nabi, para wali, para ulama dan orang orang shaleh

    ReplyDelete

Seorang mukmin bukanlah pengumpat, pengutuk, berkata keji atau berkata busuk. (HR. Bukhari dan Al Hakim)