Sunday, December 22, 2013

Panduan Ringkas Ilmu Waris

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal, MSc


Ilmu waris adalah ilmu yang sangat sedikit sekali dipelajari untuk saat ini. Allah Ta’ala telah merinci dalam Al Qur’an mengenai hitungan warisan. Dan Allah yang memberikan hukum seadil-adilnya. Beda dengan anggapan sebagian orang yang menganggap hukum Allah itu tidak adil karena suuzhonnya pada Sang Kholiq.

Pada kesempatan kali ini, kami hanya menghadirkan secara ringkas mengenai perihal waris. Tidak seperti biasanya kami berkutat dengan banyak dalil. Kami buat panduan waris kali ini dengan begitu sederhana yang banyak merujuk dari kitab fikih Syafi’i Matan Ghoyah wat Taqrib (Matan Abi Syuja’). Dalam tulisan kali ini, kami pun menyampaikan contoh-contoh sederhana mengenai masalah waris. Semoga bermanfaat.

Ahli waris dari laki-laki ada 10:
1. Anak laki-laki
2. Cucu laki-laki dan seterusnya ke bawah
3. Ayah
4. Kakek dan seterusnya ke atas
5. Saudara laki-laki
6. Anak laki-laki dari saudara laki-laki (keponakan) walaupun jauh (seperti anak dari keponakan)
7. Paman
8. Anak laki-laki dari paman (sepupu) walaupun jauh
9. Suami
10. Bekas budak laki-laki yang dimerdekakan

Ahlis waris dari perempuan ada 7:
1. Anak perempuan
2. Anak perempuan dari anak laki-laki (cucu perempuan) dan seterusnya ke bawah
3. Ibu
4. Nenek dan seterusnya ke atas
5. Saudara perempuan
6. Istri
8. Bekas budak perempuan yang dimerdekakan

Hak waris yang tidak bisa gugur:
1. Suami dan istri
2. Ayah dan ibu
3. Anak kandung (anak laki-laki atau perempuan)

Yang tidak mendapatkan waris ada tujuh:
1. Budak laki-laki maupun perempuan
2. Budak yang merdeka karena kematian tuannya (mudabbar)
3. Budak wanita yang disetubuhi tuannya dan melahirkan anak dari tuannya (ummul walad)
4. Budak yang merdeka karena berjanji membayarkan kompensasi tertentu pada majikannya (mukatab)
5. Pembunuh yang membunuh orang yang memberi waris
6. Orang yang murtad
7. Berbeda agama

‘Ashobah yaitu orang yang mendapatkan warisan dari kelebihan harta setelah diserahkan pada ashabul furudh.

  • Urutan ‘ashobah dari yang paling dekat:
1. Anak laki-laki
2. Anak dari anak laki-laki (cucu)
3. Ayah
4. Kakek
5. Saudara laki-laki seayah dan seibu
6. Saudara laki-laki seayah
7. Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah dan seibu (keponakan)
8. Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah (keponakan)
9. Paman
10. Anak paman (sepupu)
Jika tidak didapati ‘ashobah, baru beralih ke bekas budak yang dimerdekakan

Ashabul furudh yaitu orang yang mendapatkan warisan berdasarkan kadar yang telah ditentukan dalam kitabullah.

  • Kadar waris untuk ashabul furudh: 1/2, 1/4, 1/8, 2/3, 1/3, 1/6
  • Ashabul furudh yang mendapatkan 1/2 ada lima:
1. Anak perempuan
2. Anak perempuan dari anak laki-laki (cucu perempuan)
3. Saudara perempuan seayah dan seibu
4. Saudara perempuan seayah
5. Suami jika tidak memiliki anak atau cucu laki-laki

  • Ashabul furudh yang mendapatkan 1/4 ada dua:
1. Suami jika istri memiliki anak atau cucu laki-laki
2. Istri jika tidak memiliki anak atau cucu laki-laki

  • Ashabul furudh yang mendapatkan 1/8:
- Istri jika memiliki anak atau cucu laki-laki

  • Ashabul furudh yang mendapatkan 2/3 ada empat:
1. Dua anak perempuan atau lebih
2. Dua anak perempuan dari cucu laki-laki (cucu perempuan) atau lebih
3. Dua saudara perempuan seayah dan seibu atau lebih
4. Dua saudara perempuan seayah atau lebih

  • Ashabul furudh yang mendapatkan 1/3 ada dua:
1. Ibu jika si mayit tidak dihajb
2. Dua atau lebih dari saudara laki-laki atau saudara perempuan yang seibu

  • Ashabul furudh yang mendapatkan 1/6 ada tujuh:
1. Ibu jika memiliki anak atau cucu, atau memiliki dua atau lebih dari saudara laki-laki atau saudara perempuan
2. Nenek ketika tidak ada ibu
3. Anak perempuan dari anak laki-laki (cucu perempuan) dan masih ada anak perempuan kandung
4. Saudara perempuan seayah dan masih ada saudara perempuan seayah dan seibu
5. Ayah jika ada anak atau cucu
6. Kakek jika tidak ada ayah
7. Saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu

Hajb atau penghalang dalam waris:
1. Nenek terhalang mendapatkan waris jika masih ada ibu
2. Kakek terhalang mendapatkan waris jika masih ada ayah
3. laki-laki seibu tidak mendapatkan waris jika masih ada anak (laki-laki atau perempuan), cucu (laki-laki atau perempuan), ayah dan kakek ke atas
4. Saudara laki-laki seayah dan seibu tidak mendapatkan waris jika masih ada anak laki-laki, cucu laki-laki, dan ayah
5. Saudara laki-laki seayah tidak mendapatkan waris jika masih ada anak laki-laki, cucu laki-laki, ayah dan saudara laki-laki seayah dan seibu

Kaedah yang perlu diingat: Siapa yang tumbuh dari si fulan, selama si fulan ini ada, maka ia tidak mendapatkan warisan. Misalnya seorang cucu tidaklah mendapatkan waris jika masih ada anak si mayit (ayah dari cucu tadi).

Yang menyebabkan saudara perempuan mendapatkan jatah separuh laki-laki karena adanya 4 orang:
1. Anak laki-laki
2. Cucu laki-laki
3. Saudara laki-laki seayah dan seibu
4. Saudara laki-laki seayah

Paman laki-laki, anak laki-laki dari paman (sepupu), anak laki-laki dari saudara laki-laki (keponakan) dan tuan yang membebaskan budak mendapatkan waris tanpa saudara-saudara perempuan mereka.


Contoh soal 1:
Seorang laki-laki meninggal dunia dengan meninggalkan 1 orang istri , 1 orang anak laki-laki dan 1 orang anak perempuan dari anak laki-laki.


Jawab:
Cucu perempuan: hajb (terhalang) karena adanya anak laki-laki
Istri: 1/8 karena terdapat anak dan cucu.
Sisa 7/8 untuk anak laki-laki.


Contoh soal 2:
Seorang laki-laki meninggal dunia dan meninggalkan 1 anak perempuan dan seorang ayah.


Jawab:
Ayah: 1/6 + 2/6 ‘ashobah
Anak perempuan: 1/2 karena hanya satu, tidak ada anak laki-laki


Contoh soal 3:
Seorang wanita meninggal dunia dengan meninggalkan seorang suami, 1 anak perempuan, 1 anak perempuan dari anak laki-laki, 1 anak laki-laki dari anak laki-laki dari anak laki-laki (cicit).

Jawab:
Suami: 1/4
Anak perempuan: 1/2
Anak perempuan dari anak laki-laki: 1/6
Cicit: sisanya = 1/12


Contoh soal 4:
Seorang pria meninggal dunia meninggalkan seorang ibu, seorang saudara kandung wanita dan seorang paman.


Jawab:
Ibu: 1/3
Saudara kandung wanita: 1/2
Paman: sisa = 1/6


Contoh soal 5:
Seorang pria meninggal dunia dengan meninggalkan seorang ibu, seorang ayah, anak laki-laki, saudara kandung laki-laki


Jawab:
Ibu: 1/6
Ayah: 1/6
Saudara kandung laki-laki: hajb (terhalang oleh anak laki-laki)
Anak laki-laki: sisa


Contoh soal 6:
Seorang pria meninggal dunia dan meninggalkan 2 anak laki-laki, 1 anak laki-laki dari anak laki-laki (cucu), ayah, kakek dan nenek.


Jawab:
Ayah: 1/6
Dua anak laki-laki: sisa
Cucu: hajb (terhalangi oleh anak laki-laki)
Kakek: hajb (terhalangi oleh ayah)
Nenek: 1/6


Contoh soal 7:
Seorang pria meninggal dunia dan meninggalkan ayah, 1 anak perempuan, 1 anak laki-laki, 1 paman, 1 kakek, 1 anak perempuan dari anak laki-laki.


Jawab:
Ayah: 1/6
Kakek: hajb (terhalangi oleh ayah)
Anak perempuan dari anak laki-laki: hajb (terhalangi oleh anak laki-laki)
Paman: hajb (terhalang oleh anak laki-laki dan ayah)
Anak laki-laki dan anak perempuan: sisa
Anak perempuan: separuh dari laki-laki


Contoh soal 8:
Seorang pria meninggal dunia dan meninggalkan 1 anak perempuan, 1 saudara perempuan seayah, 1 anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah, 1 saudara laki-laki seibu.


Jawab:
Anak perempuan: 1/2
Saudara laki-laki seibu: hajb (terhalangi oleh anak perempuan)
Saudara perempuan seayah: sisa
Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah: hajb (terhalangi oleh saudara perempuan seayah)

Semoga sajian sederhana ini bermanfaat.

Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.


Referensi:
At Tadzhib fii Adillati Matan Al Ghoyah wat Taqrib (Matan Abi Syuja’), Prof. Dr. Musthofa Daib Al Bugho, terbitan Darul Musthofa, cetakan ke-11, 1428 H.
Fathul Qoribul Mujib fii Syarhi Alfazhi At Taqrib, Syamsuddin Muhammad bin Qosim bin Muhammad Al Ghozzi (Ibnul Ghorobiliy), terbitan Dar Ibnu Hazm, cetakan pertama, 1425 H.
Shahih Fiqh Sunnah, Abu Malik Kamal bin As Sayid Salim, terbitan Al Maktabah At Taufiqiyah.



@ Ummul Hamam, malam Jum’at penuh berkah, 17 Rajab 1433 H
www.rumaysho.com

No comments:

Post a Comment

Seorang mukmin bukanlah pengumpat, pengutuk, berkata keji atau berkata busuk. (HR. Bukhari dan Al Hakim)