Wednesday, January 29, 2014

Tahlilan Kematian - Pelaziman Perilaku Jahiliah

Kematian, sebuah fase yang harus dilewati oleh setiap manusia hidup. Kematian membawa kesedihan pada keluarga yang ditinggalkan, dan terkadang membawa dampak kesusahan manakala yang meninggal adalah pencari nafkah dalam keluarga. Sudah ma’ruf di masyarakat, apabila ada anggota keluarga yang meninggal maka, sang keluarga akan mengadakan acara peringatan kematian yang umumnya disebut Tahlilan Kematian. Bagaimanakah Pandangan Syariat Islam dalam hal ini?



Berikut adalah isi acara secara umum dalam Tahlilan Kematian:
  1. Berkumpul di rumah keluarga mayit (sesudah penguburan), 
  2. Datang dan mengucapkan belasungkawa kepada keluarga mayit (Takziyah), 
  3. Membaca Al Quran (terutama surat Yasin) untuk dihadiahkan kepada mayit dan mendoakan kebaikan untuk sang mayit di kehidupan selanjutnya, 
  4. Menyantap hidangan yang disiapkan oleh keluarga mayit 
  5. Mengulangi perbuatan pada poin 1-4 di hari-hari selanjutnya (hari ke 3, 7, 40, dst.)

Mari kita urai satu persatu berdasar pandangan syariat dari 5 poin umum di atas:



1. Berkumpul di rumah keluarga mayit



عَنْ جَرِيْربْنِ عَبْدِ اللَّهِ الْبَجَلِيِّ قَالَ : كُنَّا نَرَى (وفِى رِوَايَةٍ : كُنَا نَعُدُّ) اْلاِجْتِمَاع اِلَى أَهلِ الْمَيِّتِ وَصَنْعَةَ الطَّعَامِ (بَعْدَ دَفْنِهِ) مِنَ الْنِّيَاحَةِ 

Dari Jarir bin Abdullah Al Bajaliy, ia berkata : "Kami (yakni para shahabat semuanya) memandang/menganggap (yakni menurut madzhab kami para shahabat) bahwa berkumpul-kumpul di tempat ahli mayit dan membuatkan makanan sesudah ditanamnya mayit termasuk dari bagian niyahah (meratap)"

Rasulullah Sholallohu’alaihi wasallam bersabda: “Ada empat hal dari umatku yang termasuk perkara jahiliyah yang mereka tidak meninggalkannya, yaitu berbangga-bangga dengan kebanggaan keluarga, mencela nasab, minta hujan kepada bintang-bintang dan niyahah (meratap).” Dan beliau menyatakan: “Wanita yang melakukan niyahah apabila tidak bertaubat sebelum meninggalnya, maka kelak di hari kiamat dia akan diberdirikan dengan memakai pakaian panjang dari tembaga dan pakaian dari kudis.” [HR. Muslim no. 934]


- Al Imam Asy-Syafi’iy berkata: “Aku benci al ma'tam yaitu berkumpul-kumpul dirumah ahli mayit meskipun tidak ada tangisan, karena sesungguhnya yang demikian itu akan memperbaharui kesedihan" [Al 'Um” (I/318)]

- Al Imam Ibnu Qudamah: “Adapun ahli mayit membuatkan makanan untuk orang banyak maka itu satu hal yang dibenci ( haram ). Karena akan menambah kesusahan diatas musibah mereka dan menyibukkan mereka diatas kesibukan mereka dan menyerupai perbuatan orang-orang jahiliyyah. Dan telah diriwayatkan bahwasannya Jarir pernah bertamu kepada Umar. Lalu Umar bertanya,.Apakah mayit kamu diratapi ?" Jawab Jarir, " Tidak !" Umar bertanya lagi, " Apakah mereka berkumpul di rumah ahli mayit dan mereka membuat makanan ? Jawab Jarir, " Ya !" Berkata Umar, " Itulah ratapan !" [Al Mughni (Juz 3 halaman 496-497 cetakan baru ditahqiq oleh Syaikh Abdullah bin Abdul Muhsin At Turki )]

- Syaikh Ahmad Abdurrahman Al Banna: "Telah sepakat imam yang empat (Abu Hanifah, Malik, Syafi'i dan Ahmad) atas tidak disukainya ahli mayit membuat makanan untuk orang banyak yang mana mereka berkumpul disitu berdalil dengan hadits Jarir bin Abdullah. Dan zhahirnya adalah HARAM karena meratapi mayit hukumnya haram, sedangkan para Sahabat telah memasukkannya (yakni berkumpul-kumpul di rumah ahli mayit) bagian dari meratap dan dia itu (jelas) haram. Dan diantara faedah hadits Jarir ialah tidak diperbolehkannya berkumpul-kumpul dirumah ahli mayit dengan alasan ta'ziyah /melayat sebagaimana dikerjakan orang sekarang ini.

Kemudian di akhir syarahnya atas hadits Jarir tersebut, beliau menegaskan : “Maka, apa yang biasa dikerjakan oleh kebanyakan orang sekarang ini yaitu berkumpul-kupmul (di tempat ahli mayit) dengan alasan ta’ziyah dan mengadakan penyembelihan, menyediakan makanan, memasang tenda dan permadani dan lain-lain dari pemborosan harta yang banyak dalam seluruh urusan yang bid’ah ini mereka tidak maksudkan kecuali untuk bermegah-megah dan pamer supaya orang-orang memujinya bahwa si fulan telah mengerjakan ini dan itu dan menginfakkan hartanya untuk tahlilan bapak-nya. Semuanya itu adalah HARAM menyalahi petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan Salafush shalih dari para shahabat dan tabi’in dan tidak pernah diucapkan oleh seorangpun juga dari Imam-imam Agama (kita)."

[Fathurrabbani tartib musnad Imam Ahmad bin Hambal ( 8/95-96)]



- Al Imam Asy Syairoziy, dikitabnya yang kemudian disyarahkan oleh Imam Nawawi dengan nama Al Majmu' Syarah Muhadzdzab : "Tidak disukai /dibenci duduk-duduk (ditempat ahli mayit) dengan alasan untuk Ta'ziyah karena sesungguhnya yang demikian itu muhdats sedangkan muhdats adalah " Bid'ah ". [Lihat Kitab: Muhadzdzab, Asy Syairoziy]



- Al Imam An Nawawi : "Adapun duduk-duduk (dirumah ahli mayit ) dengan alasan untuk ta'ziyah telah dijelaskan oleh Imam Syafi'i dan pengarang kitab Al Muhadzdzab dan kawan-kawan semadzhab atas dibencinya (perbuatan tersebut)........ "
Kemudian Nawawi menjelaskan lagi, " Telah berkata pengarang kitab Al Muhadzdzab : “Dibenci duduk-duduk (ditempat ahli mayit ) dengan alasan untuk ta'ziyah. Karena sesungguhnya yang demikian itu adalah muhdats (hal yang baru yang tidak ada keterangan dari Agama), sedang muhdats adalah " Bid'ah."
[Majmu' Syarah Muhadzdzab (5/305-320)]. Dan hal inipun beliau tegaskan dengan membawakan perkataan penulis kitab Asy -Syaamil dan lain-lain Ulama di kitab beliau: [Raudlotuth Tholibin (2/145)]

- Al Imam Ibnul Humam Al Hanafi, di kitabnya dengan tegas dan terang menyatakan bahwa perbuatan tersebut adalah " Bid'ah Yang Jelek". [Fathul Qadir (2/142)]

- Al Imam Ibnul Qayyim, di kitabnya menegaskan bahwa berkumpul-kumpul (dirumah ahli mayit) dengan alasan untuk ta'ziyah dan membacakan Qur'an untuk mayit adalah " Bid'ah " yang tidak ada petunjuknya dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam [Zaadul Ma'aad (I/527-528)]
- Al Imam Asy Syaukani, dikitabnya menegaskan bahwa hal tersebut Menyalahi Sunnah. [Nailul Authar (4/148)]

2. Datang dan mengucapkan belasungkawa kepada keluarga mayit (Takziyah)

- As- Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz berkata: “Ta'ziyah itu bisa dilakukan sebelum menshalatkan dan bisa juga setelahnya. Jika mengunjunginya, maka disyariatkan untuk menjabat tangannya (tangan keluarga si mayat) dan mendo'akannya dengan do'a yang sesuai, misalnya : (Semoga Allah memberimu pahala yang besar dan membaikkan kedukaanmu serta menguatkanmu pada musibahmu). Jika yang meninggal itu seorang muslim, maka hendaknya memohonkan ampunan dan rahmat baginya. Begitu pula para wanita, bisa saling mengucapkan bela sungkawa. Boleh juga laki-laki kepada wanita dan wanita kepada laki-laki, tapi tidak dengan khulwah (bersepi-sepian) dan tidak menjabat tangan jika wanita itu bukan mahramnya.”  [Majmu Fatawa wa Maqalat Mutanawwi'ah, Juz 5 hal.345, Syaikh Ibnu Baz]





3. Membaca Al Quran (terutama surat Yasin) untuk dihadiahkan kepada mayit dan mendoakan kebaikan untuk sang mayit di kehidupan selanjutnya

Firman Allah Jalla wa ‘Alaa.
“Artinya : Bahwa seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Dan bahwasanya manusia tidak akan memperoleh (kebaikan) kecuali apa yang telah ia usahakan” [An-Najm : 38-39]

- Al-Hafidz Ibnu Katsir di dalam menafsirkan ayat di atas.
“Yaitu, sebagaimana seseorang tidak akan memikul dosa orang lain demikian juga seorang tidak akan memperoleh ganjaran (pahala) kecuali apa-apa yang telah ia usahakan untuk dirinya sendiri.”

- Al-Imam Asy-Syafi’iy bersama para ulama yang mengikutinya telah mengeluarkan hukum bahwa bacaan Qur’an tidak akan sampai hadiah pahalanya kepada orang yang telah mati. Karena bacaan tersebut bukan dari amal dan usaha mereka. Oleh karena itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mensyariatkan umatnya (untuk menghadiahkan bacaan Qur’an kepada orang yang telah mati) dan tidak juga pernah menggemarkannya atau memberikan petunjuk kepada mereka baik dengan nash (dalil yang tegas dan terang) dan tidak juga dengan isyarat (sampai-sampai dalil isyarat pun tidak ada). Dan tidak pernah dinukil dari seorangpun shahabat (bahwa mereka pernah mengirim bacaan Qur’an kepada orang yang telah mati). Kalau sekiranya perbuatan itu baik tentu para shahabat telah mendahului kita mengamalkannya 

- As- Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz berkata: “Perbuatan tersebut dan yang sejenisnya tidak memiliki dasar sama sekali, dan tidak pernah diriwayatkan secara sah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam atau dari para sahabat beliau bahwa mereka membacakan Al-Qur’an untuk orang yang sudah meninggal dunia. 

Bahkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.“Barangsiapa yang melakukan suatu amal ibadah tanpa perintah dari kami, maka amalannya tersebut tertolak”. [Dikeluarkan oleh Muslim dalam Shahih-nya, juga diriwayatkan oleh Al-Bukhari secara mu’allaq dalam Shahih-nya, namun dengan pernyataan tegas (jazm).] 

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda. “Barangsiapa membuat-buat suatu amalan dalam agama kami ini yang bukan termasuk bagian dari agama tersebut, maka amalannya itu tertolak”. [Muttafaq ‘Alaihi]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyebutkan dalam khutbah jum’at.: “Amma ba’du. Sesungguhnya ucapan terbaik adalah Kitabullah dan petunjuk terbaik adalah petunjuk Muhammad. Hal terburuk adalah yang dibuat-buat (bid’ah), dan setiap bid’ah adalah sesat” [Shahih Muslim, An-Nasa-i menambahkan dengan sanad shahih : “Dan setiap kesesatan itu tempatnya di Neraka.]

Adapun sedekah untuk orang mati dan mendo’akan mereka, niscaya dapat bermanfaat dan pahalanya dapat sampai kepada mereka berdasarkan ijma kaum muslimin. Hanya Allah yang dapat memberikan taufiq dan menjadi sandaran bagi kita.

[Al-Fatawa Juz Awwal, Penulis Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Eidisi Indonesia Fatawa bin Baaz, Penerjemah Abu Umar Abdillah, Penerbit At-Tibyan – Solo]



4. Menyantap hidangan yang disiapkan oleh keluarga mayit



- Berkata penulis kitab ‘Al-Fiqhul Islamiy” (2/549) : “Adapun ahli mayit membuat makanan untuk orang banyak maka hal tersebut dibenci dan Bid’ah yang tidak ada asalnya. Karena akan menambah musibah mereka dan menyibukkan mereka diatas kesibukan mereka dan menyerupai (tasyabbuh) perbuatan orang-orang jahiliyyah”.


- Al Imam Ahmad bin Hambal, ketika ditanya tentang masalah ini beliau menjawab : " "Dibuatkan makanan untuk mereka (ahli mayit ) dan tidaklah mereka (ahli mayit ) membuatkan makanan untuk para penta'ziyah." [Masaa-il Imam Ahmad bin Hambal oleh Imam Abu Dawud hal. 139]

Hal ini juga Bertentangan dengan akal, karena orang yang sedang didera kesusahan dengan sebab kematian anggota keluarganya sepantasnya dihibur. Bukan ditambahi beban dengan menghidangkan jamuan buat para tamu, baik tetangga maupun kerabat atau dengan membayar orang yang membacakan al-Quran, tahlil atau doa.

Walaupun sang keluarga dengan sukarela melakukannya bahkan dengan senang hati, tetaplah perbuatan ini adalah terlarang.

Dan telah diriwayatkan bahwasannya Jarir pernah bertamu kepada Umar. Lalu Umar bertanya,."Apakah mayit kamu diratapi ?" Jawab Jarir, " Tidak !" Umar bertanya lagi, " Apakah mereka berkumpul di rumah ahli mayit dan mereka membuat makanan ? Jawab Jarir, " Ya !" Berkata Umar, " Itulah ratapan !" [Al Mughni (Juz 3 halaman 496-497 cetakan baru ditahqiq oleh Syaikh Abdullah bin Abdul Muhsin At Turki )]


5. Mengulangi perbuatan pada poin 1-4 di hari-hari selanjutnya (hari ke 3, 7, 40, dst.)

Telah nyata dan dijelaskan berbagai kemungkaran yang terjadi pada acara Tahlilan Kematian. Terlebih lagi apabila hal tersebut diulang kembali di hari-hari selanjutnya. 


Bagaimana Cara Yang Benar Dalam Mendo'akan Mayit ?

1. Mendoakan dan memohonkan ampunan ketika mendengar berita atau mengetahui kematian seorang muslim. 
2. Mendoakan dan memohonkan ampunan saat shalat jenazah.
3. Mendoakan dan memohonkan ampunan ketika ziarah kubur
4. Mendoakan dan memohonkan ampunan di setiap ada waktu dan kesempatan, dengan tanpa menentukan waktu, tempat dan tata-cara khusus yang tidak diajarkan oleh Allâh dan RasulNya.




Wabillahi taufiq, salam dan solawat kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabat beliau.


Sumber: Almanhaj, Abdul Hakim, dll.
Abi Zam, 28 Rabbiul 'Awwal 1435 H

1 comment:

  1. Assalamuallaikum warrohmatullahi wabarrokatuh.
    Saya senang dgn blog ini, byk memberi manfaat dan menambah ilmu keislaman menurut syariat islam sebenar2xnya.
    Sehingga sesama muslim dapat saling mengingatkan dan meluruskan hal2 yg dimaknai menyimpang dr syariat islam.

    Terlebih sekarang ini, tahlilan sbg suatu ritual peringatan atas kepergian org yg disayangi menghadap sang Khalik dijadikan suatu 'istiadat silaturahmi' yg cenderung lbh byk menggelincirkan ummat islam ke perbuatan ria.

    Trendinya dg kemajuan zaman, dikalangan tertentu tahlilan ini tdk lg murni bernawaitu mendoakan si mayit, namun memamerkan seberapa bsr kekayan dan kemampuan ahli waris mayit serta menunjukan kpd para relasi betapa mrk menyayangi si mayit setelah kepergian almarhum/ah dlm jangka wkt tertentu, dgn menggelar perayaan tahlil semewah-mewahnya. Hingga para tamu yg diundang utk bertahlil-pun hrs melakukan RSVP, agar keluarga sang mayit dpt menghitung dan mempersiapkan goodie bag khusus utk para tamunya, buku yassin dan kumpulan doa2 bercover eksklusif yg didalamnya lengkap foto2x & sejarah singkat sang mayit semasa hidup di dunia, al quran yg disub-covernya ditambah foto si mayit smasa hidup, cd musik islami, tasbih, sarung, peci, mukena, sajadah serta barang2 lainnya.

    Semoga dg adanya blog ini, hal2 yg blm / tdk diketahui umat muslim/muslimat sebelumnya mengenai syariat islam, dpt diketahui dan diluruskan dlm tindakannya di waktu mendatang, agar tdk tergelincir dlm perbuatan/ hal yg buruk dgn mengatasnamakan tradisi umat islam.

    Jazzakallahu khair mr admin.
    Wassallamuallaikum warrahmatullahi wabbarrokatuh.

    ReplyDelete