Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
"Dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaknya ia berkata baik atau diam" [HR. Bukhari dan Muslim]
وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
"Dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaknya ia berkata baik atau diam" [HR. Bukhari dan Muslim]
Meremehkan sunnah dengan lisan yang kurang terjaga. Sungguh hal ini merupakan satu fenomena yang sangat sering
kita temui. Perbuatan lisan yang mengucapkan kalimat meremehkan Sunnah tidak
lepas dari 3 keadaan:
- Tidak sengaja karena tidak tahu
- Tidak sengaja dalam rangka beramar ma’ruf nahi mungkar
- Sengaja karena menolak Sunnah tersebut
Berikut penjabaran 3 keadaan yang disebut di atas:
1. Tidak sengaja karena tidak tahu
Keadaan ini adalah keadaan yang paling banyak terjadi pada
masyarakat awam yang jauh dari ilmu. Mereka tidak mengetahui apakah kata yang
mereka keluarkan itu meremehkan Sunnah, bagaimana mungkin mereka tahu sedangkan
Sunnah pun mereka tidak memahami arti, atau macamnya, apalagi hukumnya.
2. Tidak sengaja dalam rangka beramar ma’ruf nahi mungkar
Keadaan ini sering terjadi pada para da’i ataupun penuntut
ilmu. Kondisi ini pun terbagi menjadi 2 sub keadaan, yaitu
- Terjadi pada mereka yang terlalu bersemangat sehingga
terkadang dengan ghiroh nya tersebut dalam beramar ma’ruf nahi mungkar, maka ia
tidak sengaja mengeluarkan kalimat yang meremehkan suatu sunnah.
- Terjadi pada mereka yang kurang bertafakur dan hanya
focus pada tujuan pengucapan kalimat dan kurang memberi perhatian pada
kandungan kalimat tersebut.
Sebagai contoh dari kesalahan ini misalnya kalimat:
“… Cuma modal jenggot dan celana cingkrang saja si fulan itu
sudah berani berlagak paling nyunnah, akhlaqnya masih jauh dari sunnah”.
Atau kalimat:
“… baru hapal sedikit hadits saja si fulan sudah berani
mengeluarkan fatwa.”.
Subhanallah.. jenggot dan celana cingkrang adalah perintah yang agung, tidaklah pantas digandengkan dengan kata “cuma” atau “hanya”. Begitupun dengan hapalan suatu ayat atau hadits, ini adalah suatu kebaikan yang agung. Tidaklah pantas bergandeng dengan kata yang justru merendahkan keagungannya. Sungguh dengan keterbatasan ilmu penulis, penulis belum pernah menemukan hadits dimana Rasulullah melakukan hal ini. Pernahkah Rasulullah mengucapkan kalimat yang meremehkan atau merendahkan suatu sunnah, walau untuk tujuan beramar ma’ruf nahi mungkar?
Subhanallah.. jenggot dan celana cingkrang adalah perintah yang agung, tidaklah pantas digandengkan dengan kata “cuma” atau “hanya”. Begitupun dengan hapalan suatu ayat atau hadits, ini adalah suatu kebaikan yang agung. Tidaklah pantas bergandeng dengan kata yang justru merendahkan keagungannya. Sungguh dengan keterbatasan ilmu penulis, penulis belum pernah menemukan hadits dimana Rasulullah melakukan hal ini. Pernahkah Rasulullah mengucapkan kalimat yang meremehkan atau merendahkan suatu sunnah, walau untuk tujuan beramar ma’ruf nahi mungkar?
Seorang dai atau penuntut ilmu seharusnya dapat lebih arif
dalam pemilihan kata demi mencapai maksudnya. Sebagai contoh, ia bisa
mengucapkan kalimat:
“… sayang sekali si fulan, ia sudah berjenggot, celananya sudah
cingkrang, sudah sesuai sunnah, seharusnya
akhlaqnya juga mengikuti adab yang
disunnahkan”.
Kalimat selanjutnya bisa diganti dengan:
“.. hapalan si fulan harus diperbanyak lagi, dengan
memperbanyak ilmu, dengan ijin Allah ia baru bisa mengeluarkan pendapat yang mendekati
kebenaran”
Kedua contoh kalimat tersebut mempunyai misi yang sama yaitu
beramar ma’ruf nahi mungkar, namun sangatlah jauh bobot kandungannya. Yang satu
beramar ma’ruf dengan kalimat yang mengandung peremehan terhadap suatu sunnah /
suatu kebaikan. Yang satu lagi beramar ma’ruf dengan memuliakan sunnah /
kebaikan yang telah dijalani pelaku yang akan dinasehati. Sungguh dampak nasehat
yang dilontarkan pun jelas akan berbeda baginya. Orang yang akan dinasehati
tidak kecil hati dengan kebaikan yang mungkin ia berjuang untuk dapat
melakukannya, dan ia tidak merasa diremehkan karena dianggap kecil amalannya
oleh orang lain. Bisa jadi karena kekecewaannya itu, ia meninggalkan sunnah yang telah ia lakukan tersebut. Sungguh Rasulullah telah memerintahkan dan menganjurkan kita agar senantiasa berlaku lemah lembut.
- Rasulullah bersabda,
يَسِّرُوْا وَلاَ تُعَسِّرُوْا، وَبَشِّرُوْا وَلاَ تُنَفِّرُوْا
“Mudahkanlah dan jangan kalian persulit, berilah kabar gembira dan janganlah kalian membuat orang lari” [HR. Al-Bukhari no. 69 dan Muslim no. 1734]
- Rasulullah juga bersabda,
إِنَّالرِّفْقَ لاَيَكُونُ فِي شَيْءٍ إِلاَّ زَانَهُ وَلاَ يُنْزَ عُ مِنْ شَيءٍ إِلاَّ شَانَهُ
“Sungguh, segala sesuatu yang dihiasi kelembutan akan nampak indah. Sebaliknya, tanpa kelembutan segala sesuatu akan nampak jelek” [Shahih Muslim No.2594]
إِنَّالرِّفْقَ لاَيَكُونُ فِي شَيْءٍ إِلاَّ زَانَهُ وَلاَ يُنْزَ عُ مِنْ شَيءٍ إِلاَّ شَانَهُ
“Sungguh, segala sesuatu yang dihiasi kelembutan akan nampak indah. Sebaliknya, tanpa kelembutan segala sesuatu akan nampak jelek” [Shahih Muslim No.2594]
- Allah menjelaskan bahwa lemah lembut adalah sifat yang ada pada Rasulullah, hendaknya kita senantiasa berdoa dan berusaha agar Allah menganugerahkan sifat ini pada kita:
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللَّهِ لِنتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ
“Dengan sebab rahmat Allah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentu mereka menjauh dari sekelilingmu” [Ali Imran : 159]
3. Sengaja karena menolak Sunnah tersebut
Keadaan ini adalah keadaan orang-orang yang sesat jalannya.
Ia memilih-milih sunnah mana yang ia sukai dan ia menolak sunnah yang ia tidak
sukai dengan mencari dalih. Orang seperti ini memperturutkan hawa nafsunya, ia
sesat dan menyesatkan. Semoga Allah menjaga kita dari perbuatan ini. Aamiin.
Wabillahi taufiq, salam dan solawat kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabat beliau.
#BelajarIslam di: www.kisahrasulnabisahabat.blogspot.com
Aamiin.
ReplyDelete