Hakikat Gerhana
Sesungguhnya gerhana matahari dan bulan adalah dua tanda kebesaran dan kekuasaan Allah, yang dengan keduanya Allah hendak menumbuhkan rasa takut pada manusia.
Sebagaimana Nabi menjelaskan demikian dalam haditsnya yang shahih: “Sesungguhnya ayat-ayat (kauniyyah) ini Allah utus bukan karena kematian seseorang, bukan pula karena kelahiran seseorang, akan tetapi Allah hendak memberikan rasa takut kepada hamba-hambanya dengannya, maka bila kalian melihat sesuatu darinya, segeralah berdzikir kepada Allah, berdoa kepadaNya, dan beristighfar” [Muttafaqun alaihi]
Mengetahui sebab gerhana dari sisi alamiyah yang saya maksud tertutupnya rembulan terhadap sinar matahari atau tertutupnya bumi terhadap sinar matahari. Tidak berarti keduanya bukan dua tanda kekuasaan Allah. Akan tetapi peristiwa ini, Allah tetapkan dengan sebab dibelakangnya ada hikmah-hikmah sesuai dengan apa yang diberitakan oleh Nabi bahwa itu adalah takhwif. Pemberian rasa takut (atau peringatan) dari Allah kepada hamba-hambaNya atas dosa-dosa mereka dan maksiat-maksiat mereka dan hendaknya mereka merasa tertegur oleh Rabb mereka dan melakukan hal yang membuat ridhoNya dengan memperbarui tobat dan segera kembali kepada Allah dan melakukan sholat berjamaah atau sendiri-sendiri. Adapun berjamaah lebih utama, selain itu agar mereka memperbanyak shodaqoh dan doa sampai kembali menjadi terang.
Dan pada penutupan (makalah) ini ada peringatan, yaitu bahwa kita sekarang ini telah diuji dengan banyaknya para penulis dan para komentator yang dengan sekuat tenaga berusaha membatalkan (atau mengaburkan:pen) pengaruh dari datangnya tanda-tanda kekuasaan Allah ini, mereka menggambarkan gerhana hanya sebatas kejadian alam yang tiada sangkut pautnya dengan dosa-dosa manusia.
Sehingga banjir-banjir, penenggelaman, tidak ada sebabnya melainkan hanya karena kerusakan tatanan dan karena sembarangan dalam membangun. Gempa-gempa tidak mempunyai sebab melainkan hanya gerakan lempengan dalam bumi. Astaghfirullah.
Maha Suci Allah, siapakah yang menggerakkan bumi sehingga membuat binasa yang mengalirkan banjir sehingga menenggelamkan dan membuat gerhana matahari sehingga menjadi gelap. Bukankah Allah…bukankah seandainya Allah berkehendak, tentu Allah akan menghalanginya sehingga tidak terjadi?
Dan siapakah yang mengabarkan bahwa kejadian-kejadian dan musibah ini, tujuannya adalah menumbuhkan rasa takut pada diri hamba-hambaNya sehingga mereka mau bertaubat, dan kembali mengambil pelajaran serta mengambil ibroh. Bukankah utusan Sang Pencipta makhluk di alam bagian atas dan bawah? Bukankah dia Shallahu alaihi wa sallam adalah orang yang jujur lagi dibenarkan?
"Sesungguhnya gerhana di masa Rasulullah tidak terjadi melainkan hanya sekali yakni tahun 8 H bertepatan dengan meninggalnya putra ibrohim. Setelah itu, tidak terjadi lagi sampai meninggalnya Rasullullah." (kemudian Nabi menegaskan bahwa gerhana terjadi bukan karena kematian seseorang, bukan pula karena kelahiran seseorang, akan tetapi Allah hendak memberikan rasa takut kepada hamba-hambaNya, shgga segera bertobat)
Maka lihatlah dan perhatikanlah bagaimana gerhana banyak terjadi belakangan ini, tidak ada lain kecuali karena banyaknya kejelekan dan maksiat.Maka hendaknya engkau wahai saudaraku yang muslim berpegang dengan dalil-dalil syar’i dari al Quran dan al Hadits.
"Hati-hati, jangan sampai kamu terkecoh dengan pendapat-pendapat yang bertentangan dengannya, walaupun dihiasi dengan syubhat yang menipu dan pemaparan yang manis (dikesankan ilmiyah-pen). "
Karena sesungguhnya Allah tidak mengatakan kecuali kebenaran dan tidaklah Rasulullah menyampaikan dari Rabbnya melainkan kebenaran. Tidak ada setelah kebenaran kecuali kebatilan.Allahlah yang lebih tahu.
Semoga Allah memberikan sholawatNya kepada hambaNya dan RasulNya serta keluarganya dan para sahabatnya juga memberikan salamNya kepada mereka.
Dr. Ali bin Yahya al Haddadi
Dosen Fakultas Ushuluddin Universitas Muhammad bin Su’ud Riyadh KSA
Tata Cara Sholat Gerhana
1. Bertakbir, membaca doa iftitah, ta’awudz, membaca surat al-Fatihah, dan membaca surat panjang, seperti al- Baqarah, dll.
2. Ruku’ dengan ruku’ yang panjang.
3. Bangkit dari ruku’ (i’tidal)
4. Tidak sujud (setelah bangkit dari ruku’), akan tetapi membaca surat al-Fatihah dan surat yang lebih ringan dari yang pertama.
5. Kemudian ruku’ lagi dengan ruku’ yang panjang, hanya saja lebih ringan dari ruku’ yang pertama.
6. Bangkit dari ruku’ (i’tidal)
7. Kemudian sujud, lalu duduk antara dua sujud, lalu sujud lagi.
8. Kemudian berdiri ke raka’at kedua, dan selanjutnya melakukan seperti yang dilakukan pada raka’at pertama.
by: @Quran_tweet
No comments:
Post a Comment
Seorang mukmin bukanlah pengumpat, pengutuk, berkata keji atau berkata busuk. (HR. Bukhari dan Al Hakim)