Saturday, July 28, 2012

Detik-Detik Wafatnya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam

Sebuah kisah yang menceritakan detik-detik terakhir wafatnya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Manusia yang paling dicinta. Sebuah kisah yang menggambarkan cinta sang rasul yang sangat mengagumkan dan menggetarkan dada orang-orang yg beriman.
Menjelang beliau wafat, beliau melakukan haji terakhir yang disebut sebagai haji wada’ (haji perpisahan).
Saat beliau melakukan ibadah tersebut turunlah firman Allah SWT yg artinya:”Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan nitmat-Ku dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS.al-Maidah:3)
Maka menanggislah Abu Bakar as shiddiq ra.
Bersabdalah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam kepadanya:
“Apa yg membuatmu menangis dalam ayat tersebut?”
Abu Bakar ra menjawab:” Ini adalah berita kematian Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam.”

Kembalilah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dari haji wada’ dan kurang dari tujuh hari wafat beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, turunlah ayat al-Qur’an paling akhir yg artinya:
“Dan peliharalah dirimu dari (azab yg terjadi pada) hari yg pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yg sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).” (QS.al-Baqarah:281).

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam mulai menampakkan sakit beliau. Beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam berkata:”Aku ingin mengunjungi syuhada ‘Uhud”, maka beliaupun berangkat pagi menuju syuhada ‘Uhud di awal-awal bulan Shafar tahun 11 H. Lalu berdiri diatas makam para syuhada dan berkata:
” Assalamu’alaikum wahai syhada ‘Uhud, kalian adalah orang-orang yang mendahului kami dan kami insya Allah akan menyusul kalian, dan sesungguhnya aku, insya Allah akan menyusul kalian.”
 Kemudian Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam pulang sambil menangis. Maka para sahabat bertanya kepada Rasululah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam: “Apa yang membuat anda menangis wahai Rasulullah ?
” Beliau bersabda: ” Aku merindukan saudara-saudaraku seiman.”
Mereka berkata:” Bukahkah kami adalah saudaramu seiman wahai Rasulullah?”
Beliau bersabda:” Bukan, kalian adalah sahabat-sahabatku, adapun saudara-saudaraku seiman adalah suatu kaum yg datang setelahku, mereka beriman kepadaku sedang mereka belum pernah melihatku.” 

Saya berdoa kepada Allah SWT mudah-mudahan kita semua termasuk mereka yg dirindukan oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam.

Pada hari senin 29 Shafar beliau menghadiri jenazah di Baqi’. Ketika pulang beliau merasakan pusing di kepala dan panas badannya meninggi. Maka beliaupun mulai sakit dan terus bertambah sakit.

Selama sakitnya itu beliau tetap memimpin shalat selama 11 hari dari 13 atau 14 hari masa sakit beliau. Sejak kamis malam, 4 hari sebelum wafat beliau, pada waktu shalat Isya’, beliau meminta agar Abu Bakar ra menggantikannya dalam memimpin shalat.
 
Tiga hari sebelum beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam wafat, sakit beliau mulai mengeras. Beliau saat itu berada dirumah Sayyidah Maimunah ra.
Beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:” Kumpulkanlah istri-istriku.” Maka berkumpullah istri-istri beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, beliau bersabda kepada mereka:” Apakah kalian mengizinkan aku untuk tinggal di rumah ‘Aisyah?” Maka mereka menjawab:” Kami mengizinkan anda wahai Rasulullah.”
Kemudian beliau berkeinginan untuk berdiri, akan tetapi beliau tidak mampu. Datanglah ‘Ali ibn Abi Thalib, dan al-Fadl ibn al-‘Abbas ra. Maka merekapun membopong Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, lalu mereka memindahkan beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dari kamar Maimunah ra menuju kamar ‘Aisyah ra.
Adapun para sahabat ra, baru pertama kali ini mereka melihat Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dibopong di atas dua tangan. maka berkumpullah para sahabat ra dan mereka berkata:” Apa yang terjadi pada Rasulullah, apa yang terjadi pada Rasulullah?”
Mulailah manusia berkumpul di dalam masjid. Masjidpun mulai penuh dengan para sahabat ra.

Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dibawa menuju rumah ‘Aisyah ra.
Mulailah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam mencucurkan keringat, berkeringat dan berkeringat.
Berkatalah ‘Aisyah ra:”Sungguh belum pernah aku melihat ada seorang manusia yg berkeringat deras seperti ini.” Maka dia mengambil tangan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dan dengannya dia mengusap keringat beliau.
(Maka mengapakah dia mengusap keringat dg tangan beliau dan tidak mengusapnya dengan tangannya sendiri?)
‘Aisyah ra berkata:” Sesungguhnya tangan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam lebih lembut dan lebih mulia daripada tanganku, oleh karena itulah aku mengusap keringat beliau dengan tangan beliau dan tidak dengan tanganku.” (ini adalah sebuah penghormatan terhadap Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam)
‘Aisyah ra berkata:”Aku mendengar beliau berkata:”Laa Ilaha illallah, sesungguhnya kematian itu memiliki sekarat, Laa Ilaha illallah, sesungguhnya kematian itu memiliki sekarat.”

Mulailah suara-suara didalam masjid meninggi.
Bersabdalah Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam:”Apa ini?”
Berkatalah ‘Aisyah ra: “Sesungguhnya manusia mengkhawatirkan anda wahai Rasulullah.”
Beliaupun bersabda: ”Bawalah aku kepada mereka.” Maka beliau berkehendak untuk bangun, akan tetapi tidak mampu. maka para sahabat menyiramkan tujuh qirbah (timba) air kepada beliau hingga beliau bangkit, dan membawa beliau naik ke atas mimbar.
Jadilah khutbah tersebut adalah khutbah terakhir beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, menjadi kalimat terakhir Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dan doa terakhir Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam.
Beliau bersabda:” Wahai manusia, kalian mengkhawatirkan aku?”
Mereka menjawab:” Ya, wahai Rasulullah.”
Bersabdalah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam:”Sesungguhnya tempat perjanjian kalian dengan aku bukanlah di dunia, tempat perjanjian kalian denganku adalah di haudh (telaga). Demi Allah, sungguh seakan-akan aku sekarang sedang melihat kepadanya di depanku ini. Wahai manusia, demi Allah, tidaklah kefakiran yang aku khawatirkan atas kalian, akan tetapi yang aku khawatirkan adalah dibukanya dunia atas kalian, sehingga kalian akan berlomba-lomba mendapatkannya, sebagaimana orang-orang sebelum kalian telah berlomba-lomba untuk mendapatkannya. Maka dunia itu akan membinasakan kalian sebagaimana dia telah membinasakan orang-orang sebelum kalian.”
Kemudian beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:”Allah Allah, shalat, Allah Allah, shalat.” (maksudnya; Aku bersumpah demi Allah terhadap kalian agar kalian menjaga shalat) beliau terus mengulang-ulangnya, lantas bersabda:” Wahai manusia, bertakwalah kalian terhadap kaum wanita, aku wasiatkan kepada kalian untuk berbuat baik terhadap kaum wanita.”
Kemudian beliau bersabda:” Wahai manusia, sesungguhnya ada seorang hamba, yang Allah SWT telah memberikan pilihan kepadanya antara dunia dan antara apa yang ada di sisi-Nya, maka dia memilih apa yang ada di sisi-Nya.”
Tidak ada yang memahami siapakah yang dimaksud dengan seorang hamba oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam tadi, padahal yang dimaksud oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam adalah diri beliau sendiri.
Allah SWT telah memberikan pilihan kepada beliau dan tidak ada seorangpun yang paham selain Abu Bakar ra.
 Dan kebiasaan para sahabat ra, saat beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam sedang berbicara adalah mereka diam, seakan-akan ada seekor burung yang bertengger di atas kepala mereka.
Maka saat Abu Bakar ra mendengar perkataan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, dia tidak mampu menguasai dirinya, dengan serta merta dia menangis dengan sesengukan, dan ditengah masjid dia memotong pembicaraan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, dia berkata:
”Kami tebus anda dengan bapak-bapak kami wahai Rasulullah, kami tebus anda dengan ibu-ibu kami wahai Rasulullah, kami tebus anda dengan harta-harta kami wahai Rasulullah.” dia mengulang-ulangnya, sementara para sahabat ra melihat kepadanya dg pandangan heran, bagaimana dia berani memotong khutbah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam?”
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda :”Wahai manusia, tidak ada seorangpun diantara kalian yg memiliki keutamaan di sisi kami melainkan kami telah membalasnya, kecuali Abu Bakar, aku tidak mampu membalasnya, maka aku tinggalkan balasannya kepada Allah SWT. Setiap pintu masjid ditutup kecuali pintu Abu Bakar ra tidak akan di tutup selamanya.”
Kemudian mulailah beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam berdo’a untuk mereka dan berkata pada akhir do’a beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam sebelum wafat:
” Mudah-mudahan Allah menetapkan kalian, mudah-mudahan Allah menjaga kalian, mudah-mudahan Allah menolong kalian, mudah-mudahan Allah meneguhkan kalian, mudah-mudahan Allah menguatkan kalian, mudah-mudahan Allah menjaga kalian.”
Dan kalimat terkahir yang beliau sampaikan sebelum beliau turun dari atas mimbar sambil menghadapkan wajah beliau kepada ummat dari atas mimbar adalah:
” Wahai manusia sampaikanlah salamku kpd orang yg mengikutiku diantara ummatku hingga hari kiamat.” 
Setelah itu beliaupun dibawa kembali ke rumah beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam.

Masuklah Abdurrahman ibn Abu Bakar, dan ditangannya ada sebatang siwak. Beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam terus melihat kearah siwak tersebut, tetapi tidak mampu berkata aku menginginkan siwak.
‘Aisyah ra berkata:”Aku paham dari pandangan kedua mata beliau, bahwa beliau menginginkan siwak tersebut. Maka aku ambil siwak itu darinya (yakni Abdurrahman ibn Abu Bakar), kemudian aku letakkan dimulutku, agar aku melunakkannya untuk Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, kemudian aku berikan siwak tersebut kepada beliau. Maka sesuatu yang paling akhir masuk ke dalam perut Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam adalah air ludahku.”
‘Aisyah ra berkata: ”Termasuk sebuah keutamaan dari Rabb-ku atasku adalah Dia telah mengumpulkan antara air ludahku dg air ludah Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam sebelum beliau wafat.”

Kemudian masuklah putrid beliau Fathimah ra pada waktu dhuha di hari Senin 12 Rabi’ul awal 11 H, lalu dia menangis saat masuk kamar Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Dia menangis karena biasanya setiap kali dia masuk menemui Rasullullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, beliau berdiri dan menciumnya di antara kedua matanya, akan tetapi sekarang beliau tidak mampu berdiri untuknya. 
Maka Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda kepadanya:” Mendekatlah kemari wahai Fathimah.”
Beliaupun membisikkan sesuatu di telinganya, maka dia pun menangis. Kemudian beliau bersabda lagi untuk kedua kalinya:” Mendekatlah kemari wahai Fathimah.” Beliaupun membisikkan sesuatu sekali lagi, maka diapun tertawa.
Maka setelah kematian Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, mereka bertanya kepada Fathimah ra: “Apa yg telah dibisikkan oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam kepadamu sehingga engkau menangis, dan apa pula yang beliau bisikkan hingga engkau tertawa?” Fathimah ra berkata:” Pertama kalinya beliau berkata kepadaku:” Wahai Fathimah, aku akan meninggal malam ini.” Maka akupun menangis. Maka saat beliau mendapati tangisanku beliau kembali berkata kepadaku:” Engkau wahai Fathimah, adalah keluargaku yg pertama kali akan bertemu denganku.” Maka akupun tertawa.
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam memanggil Hasan dan Husain, beliau mencium keduanya dan berwasiat kebaikan kepada keduanya. Lalu Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam memanggil semua istrinya, menasehati dan mengingatkan mereka. Beliau berwasiat kpd seluruh manusia yg hadir agar menjaga shalat. Beliau mengulang-ulang wasiat itu.
Lalu rasa sakitpun terasa semakin berat, maka beliau bersabda:” Keluarkanlah siapa saja dari rumahku.”
Beliau bersabda:” Mendekatlah kepadaku wahai ‘Aisyah!” Beliaupun tidur di dada istri beliau ‘Aisyah ra. ‘Aisyah ra berkata:” Beliau mengangkat tangan beliau seraya bersabda:” Bahkan Ar-Rafiqul A’la bahkan Ar-Rafiqul A’la.” Maka diketahuilah bahwa disela-sela ucapan beliau, beliau disuruh memilih diantara kehidupan dunai atau Ar-Rafiqul A’la.
Masuklah malaikat Jibril as menemui Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam seraya berkata:” Malaikat maut ada di pintu, meminta izin untuk menemuimu, dan dia tidak pernah meminta izin kepada seorangpun sebelummu.”
Maka beliau berkata kepadanya:” Izinkan untuknya wahai Jibril.”
Masuklah malaikat Maut seraya berkata:” Assalamu’alaika wahai Rasulullah. Allah telah mengutusku untuk memberikan pilihan kepadamu antara tetap tinggal di dunia atau bertemu dengan Allah di Akhirat.”
Maka Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:” Bahkan aku memilih Ar-Rafiqul A’la (Teman yg tertinggi), bahkan aku memilih Ar-Rafiqul A’la, bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah yaitu :para nabi, para shiddiqiin, orang-orang yg mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah rafiq (teman) yg sebaik-baiknya.”
‘Aisyah ra menuturkan bahwa sebelum Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam wafat, ketika beliau bersandar pada dadanya, dan dia mendengarkan beliau secara seksama, beliau berdo’a:
“Ya Allah, ampunilah aku, rahmatilah aku dan susulkan aku pada ar-rafiq al-a’la. Ya Allah (aku minta) ar-rafiq al-a’la, Ya Allah (aku minta) ar-rafiq al-a’la.” 
Berdirilah malaikat Maut disisi kepala Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam- sebagaimana dia berdiri di sisi kepala salah seorang diantara kita- dan berkata:” Wahai roh yg bagus, roh Muhammad ibn Abdillah, keluarlah menuju keridhaan Allah, dan menuju Rabb yg ridha dan tidak murka.”

Sayyidah ‘Aisyah ra berkata:”Maka jatuhlah tangan Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, dan kepala beliau menjadi berat di atas dadaku, dan sungguh aku telah tahu bahwa beliau telah wafat.”
Dia ra berkata:”Aku tidak tahu apa yg harus aku lakukan, tidak ada yg kuperbuat selain keluar dari kamarku menuju masjid, yg disana ada para sahabat, dan kukatakan:” Rasulullah telah wafat, Rasulullah telah wafat, Rasulullah telah wafat.”

Maka mengalirlah tangisan di dalam masjid. Ali bin Abi Thalib ra terduduk karena beratnya kabar tersebut,
‘Ustman bin Affan ra seperti anak kecil menggerakkan tangannya ke kanan dan kekiri.
Adapun Umar bin al-Khaththab ra berkata:” Jika ada seseorang yang mengatakan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam telah meninggal, akan kupotong kepalanya dg pedangku, beliau hanya pergi untuk menemui Rabb-Nya sebagaimana Musa as pergi untuk menemui Rabb-Nya.”
Adapun orang yg paling tegar adalah Abu Bakar ra, dia masuk kpd Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, memeluk beliau dan berkata:”Wahai sahabatku, wahai kekasihku, wahai bapakku.” Kemudian dia mencium Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dan berkata : ”Anda mulia dalam hidup dan dalam keadaan mati.”

Keluarlah Abu Bakar ra menemui manusia dan berkata:” Barangsiapa menyembah Muhammad, maka Muhammad sekarang telah wafat, dan barangsiapa yang menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah kekal, hidup, dan tidak akan mati.”
 
Inna lillahi wainna ilaihi raji’un, telah berpulang ke rahmat Allah orang yg paling mulia, orang yg paling kita cintai pada waktu dhuha ketika memanas tepat pada usia 63 tahun lebih 4 hari. semoga shalawat dan salam selalu tercurah untuk Nabi kiat tercinta Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam.
Ya Allah, berikanlah rizqi kepada kami, syafaat kekasih kami Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dan satu teguk air yg menyegarkan dari haudh (telaga) beliau dg tangan beliau yg mulia.
Allahumma shalli 'alaa Muhammad wa 'alaa aali Muhammad....

(Dikutip dari majalah Qiblati edisi 07 tahun II)
http://abuzubair.wordpress.com/
http://kisahrasulnabisahabat.blogspot.com/ 
[Re-published oleh; Abi Zam - www.kisahrasulnabisahabat.blogspot.com]

Wednesday, May 16, 2012

Tanda Hitam Bekas Sujud di Dahi, Ukuran atau Kesalahan?!!

Pertanyaan:
“Bagaimana dengan bekas hitam di dahi?”
0281764xxxx

Jawaban:

مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ

Yang artinya, Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu Lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud (QS al Fath:29).

Banyak orang yang salah paham dengan maksud ayat ini. Ada yang mengira bahwa dahi yang hitam karena sujud itulah yang dimaksudkan dengan tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Padahal bukan demikian yang dimaksudkan.

Diriwayatkan oleh Thabari dengan sanad yang hasan dari Ibnu Abbas bahwa yang dimaksudkan dengan ‘tanda mereka…” adalah perilaku yang baik.

Diriwayatkan oleh Thabari dengan sanad yang kuat dari Mujahid bahwa yang dimaksudkan adalah kekhusyukan.
Juga diriwayatkan oleh Thabari dengan sanad yang hasan dari Qatadah, beliau berkata, “Ciri mereka adalah shalat (Tafsir Mukhtashar Shahih hal 546).

عَنْ سَالِمٍ أَبِى النَّضْرِ قَالَ : جَاءَ رَجُلٌ إِلَى ابْنِ عُمَرَ فَسَلَّمَ عَلَيْهِ قَالَ : مَنْ أَنْتَ؟ قَالَ : أَنَا حَاضِنُكَ فُلاَنٌ. وَرَأَى بَيْنَ عَيْنَيْهِ سَجْدَةً سَوْدَاءَ فَقَالَ : مَا هَذَا الأَثَرُ بَيْنَ عَيْنَيْكَ؟ فَقَدْ صَحِبْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُمْ فَهَلْ تَرَى هَا هُنَا مِنْ شَىْءٍ؟

Dari Salim Abu Nadhr, ada seorang yang datang menemui Ibnu Umar. Setelah orang tersebut mengucapkan salam, Ibnu Umar bertanya kepadanya, “Siapakah anda?”. “Aku adalah anak asuhmu”, jawab orang tersebut.
Ibnu Umar melihat ada bekas sujud yang berwarna hitam di antara kedua matanya. Beliau berkata kepadanya, “Bekas apa yang ada di antara kedua matamu? Sungguh aku telah lama bershahabat dengan Rasulullah, Abu Bakr, Umar dan Utsman. Apakah kau lihat ada bekas tersebut pada dahiku? (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3698)

عَنِ ابْنِ عُمَرَ : أَنَّهُ رَأَى أَثَرًا فَقَالَ : يَا عَبْدَ اللَّهِ إِنَّ صُورَةَ الرَّجُلِ وَجْهُهُ ، فَلاَ تَشِنْ صُورَتَكَ.

Dari Ibnu Umar, beliau melihat ada seorang yang pada dahinya terdapat bekas sujud. Ibnu Umar berkata, “Wahai hamba Allah, sesungguhnya penampilan seseorang itu terletak pada wajahnya. Janganlah kau jelekkan penampilanmu!” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3699).

عَنْ أَبِى عَوْنٍ قَالَ : رَأَى أَبُو الدَّرْدَاءِ امْرَأَةً بِوَجْهِهَا أَثَرٌ مِثْلُ ثَفِنَةِ الْعَنْزِ ، فَقَالَ : لَوْ لَمْ يَكُنْ هَذَا بِوَجْهِكِ كَانَ خَيْرًا لَكِ.

Dari Abi Aun, Abu Darda’ melihat seorang perempuan yang pada wajahnya terdapat ‘kapal’ semisal ‘kapal’ yang ada pada seekor kambing. Beliau lantas berkata, Seandainya bekas itu tidak ada pada dirimu tentu lebih baik (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3700).

عَنْ حُمَيْدٍ هُوَ ابْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ قَالَ : كُنَّا عِنْدَ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ إِذْ جَاءَهُ الزُّبَيْرُ بْنُ سُهَيْلِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ فَقَالَ : قَدْ أَفْسَدَ وَجْهَهُ ، وَاللَّهِ مَا هِىَ سِيمَاءُ ، وَاللَّهِ لَقَدْ صَلَّيْتُ عَلَى وَجْهِى مُذْ كَذَا وَكَذَا ، مَا أَثَّرَ السُّجُودُ فِى وَجْهِى شَيْئًا.

Dari Humaid bin Abdirrahman, aku berada di dekat as Saib bin Yazid ketika seorang yang bernama az Zubair bin Suhail bin Abdirrahman bin Auf datang. Melihat kedatangannya, as Saib berkata, “Sungguh dia telah merusak wajahnya. Demi Allah bekas di dahi itu bukanlah bekas sujud. Demi Allah aku telah shalat dengan menggunakan wajahku ini selama sekian waktu lamanya namun sujud tidaklah memberi bekas sedikitpun pada wajahku” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3701).

عَنْ مَنْصُورٍ قَالَ قُلْتُ لِمُجَاهِدٍ (سِيمَاهُمْ فِى وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ) أَهُوَ أَثَرُ السُّجُودِ فِى وَجْهِ الإِنْسَانِ؟ فَقَالَ : لاَ إِنَّ أَحَدَهُمْ يَكُونُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ مِثْلُ رُكْبَةِ الْعَنْزِ وَهُوَ كَمَا شَاءَ اللَّهُ يَعْنِى مِنَ الشَّرِّ وَلَكِنَّهُ الْخُشُوعُ.

Dari Manshur, Aku bertanya kepada Mujahid tentang maksud dari firman Allah, ‘tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud’ apakah yang dimaksudkan adalah bekas di wajah?
Jawaban beliau, “Bukan, bahkan ada orang yang ‘kapal’ yang ada di antara kedua matanya itu bagaikan ‘kapal’ yang ada pada lutut onta namun dia adalah orang bejat. Tanda yang dimaksudkan adalah kekhusyu’an (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3702).

Bahkan Ahmad ash Showi mengatakan, “Bukanlah yang dimaksudkan oleh ayat adalah sebagaimana perbuatan orang-orang bodoh dan tukang riya’ yaitu tanda hitam yang ada di dahi karena hal itu adalah ciri khas khawarij (baca: ahli bid’ah)” (Hasyiah ash Shawi 4/134, Dar al Fikr).

Dari al Azroq bin Qois, Syarik bin Syihab berkata, “Aku berharap bisa bertemu dengan salah seorang shahabat Muhammad yang bisa menceritakan hadits tentang Khawarij kepadaku. Suatu hari aku berjumpa dengan Abu Barzah yang berada bersama satu rombongan para shahabat. Aku berkata kepadanya, “Ceritakanlah kepadaku hadits yang kau dengar dari Rasulullah tentang Khawarij!”.
Beliau berkata, “Akan kuceritakan kepada kalian suatu hadits yang didengar sendiri oleh kedua telingaku dan dilihat oleh kedua mataku. Sejumlah uang dinar diserahkan kepada Rasulullah lalu beliau membaginya. Ada seorang yang plontos kepalanya dan ada hitam-hitam bekas sujud di antara kedua matanya. Dia mengenakan dua lembar kain berwarna putih. Dia mendatangi Nabi dari arah sebelah kanan dengan harapan agar Nabi memberikan dinar kepadanya namun beliau tidak memberinya.
Dia lantas berkata, “Hai Muhammad hari ini engkau tidak membagi dengan adil”.
Mendengar ucapannya, Nabi marah besar. Beliau bersabda, “Demi Allah, setelah aku meninggal dunia kalian tidak akan menemukan orang yang lebih adil dibandingkan diriku”. Demikian beliau ulangi sebanyak tiga kali. Kemudian beliau bersabda,

يَخْرُجُ مِنْ قِبَلِ الْمَشْرِقِ رِجَالٌ كَانَ هَذَا مِنْهُمْ هَدْيُهُمْ هَكَذَا يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لاَ يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ ثُمَّ لاَ يَرْجِعُونَ فِيهِ سِيمَاهُمُ التَّحْلِيقُ لاَ يَزَالُونَ يَخْرُجُونَ

“Akan keluar dari arah timur orang-orang yang seperti itu penampilan mereka. Dia adalah bagian dari mereka. Mereka membaca al Qur’an namun alQur’an tidaklah melewati tenggorokan mereka. Mereka melesat dari agama sebagaimana anak panah melesat dari binatang sasarannya setelah menembusnya kemudia mereka tidak akan kembali kepada agama. Ciri khas mereka adalah plontos kepala. Mereka akan selalul muncul” (HR Ahmad no 19798, dinilai shahih li gharihi oleh Syeikh Syu’aib al Arnauth).

Oleh karena itu, ketika kita sujud hendaknya proporsonal jangan terlalu berlebih-lebihan sehingga hampir seperti orang yang telungkup. Tindakan inilah yang sering menjadi sebab timbulnya bekas hitam di dahi. 

Sumber:  http://ustadzaris.com/
Published: 10 Agustus 2009
[Re-published oleh; Abi Zam - www.kisahrasulnabisahabat.blogspot.com]

Tuesday, May 15, 2012

Kalender Puasa Wajib dan Sunnah 1433 - 1434 H / 2012 M


Berdasarkan Hadits

1) Puasa senin dan kamis
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Qatadah radhiallahu'anhu bahwa Rasulullah shallahu 'alaihi wasallam ditanya tentang puasa pada hari senin? Maka beliau menjawab:
“itu adalah hari yang aku dilahirkan padanya,dan aku diutus,atau diturunkan kepadaku (wahyu).” (HR.Muslim:1162)
Juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan yang lainnya dari Aisyah radhiallahu anha bahwa beliau ditanya tentang puasanya Rasulullah shallahu 'alaihi wasalam, maka beliau menjawab: “adalah beliau senantiasa menjaga puasa pada hari senin dan kamis” (HR.Tirmidzi (745),Ibnu Majah:1739,An-Nassai (2187),Ibnu Hibban (3643).dan dishahihkan Al-Albani dalam shahih Ibnu Majah)
Juga diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu'anhu bahwa Nabi shallahu 'alaihi wasalam berpuasa pada hari senin dan kamis. Lalu ada yang bertanya: sesungguhnya engkau senantiasa berpuasa pada hari senin dan kamis? Beliau menjawab: “dibuka pintu-pintu surga pada hari senin dan kamis,lalu diampuni (dosa) setiap orang yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun,kecuali dua orang yang saling bertikai,dikatakan: biarkan mereka berdua sampai keduanya berbaikan.” (HR.Tirmidzi (2023),Ibnu Majah (1740),dan dishahihkan Al-Albani dalam shahih Tirmidzi dan Ibnu Majah)

2) Puasa tiga hari dalam sebulan
Berdasarkan hadits Abdullah bin Amr bahwa Rasulullah shallahu 'alaihi wasalam berkata kepadanya, “dan sesungguhnya cukup bagimu berpuasa tiga hari dalam setiap bulan,karena sesungguhnya bagimu pada setiap kebaikan mendapat sepuluh kali semisalnya,maka itu sama dengan berpuasa setahun penuh.” (HR.Bukhari:1874,Muslim:1159)

Juga diriwayatkan oleh Aisyah radhiallahu anha bahwa beliau ditanya oleh Mu’adzah Al-Adawiyyah: apakah Rasulullah shallahu 'alaihi wasalam senantiasa berpuasa tiga hari dalam setiap bulan? Maka beliau menjawab: iya.Lalu ditanya lagi: pada hari yang mana dari bulan tersebut? Beliau menjawab: “beliau tidak peduli dihari yang mana dari bulan tersebut ia berpuasa." (HR.Muslim:1160)
Juga dari hadits Abu Hurairah radhiallahu'anhu bahwa beliau berkata: “Teman setiaku Rasulullah shallahu 'alaihi wasalam memberi wasiat kepadaku untuk berpuasa tiga hari dalam setiap bulan,mengerjakan shalat dua raka’at dhuha,dan agar aku mengerjakan shalat witir sebelum aku tidur.” (HR.Bukhari:1180)
Hadits ini menjelaskan bahwa diperbolehkan pada hari yang mana saja dari bulan tersebut ia berpuasa,maka ia telah mengamalkan sunnah.Namun jika ia ingin mengamalkan yang lebih utama lagi,maka dianjurkan untuk berpuasa pada pertengahan bulan hijriyyah, yaitu tanggal 13,14 dan 15. Hal ini berdasarkan hadits yang datang dari Abu Dzar radhiallahu'anhu bahwa Rasulullah shallahu 'alaihi wasalam bersabda: “wahai Abu Dzar,jika engkau hendak berpuasa tiga hari dalam sebulan,maka berpuasalah pada hari ketiga belas,empat belas dan lima belas.” (HR.Tirmidzi:761,An-Nasaai:2424,ahmad:5/162,Ibnu Khuzaimah: 2128,Al-Baihaqi: 4/292.Dihasankan oleh Al-Albani dalam Al-Irwa’:4/101-102)
Puasa tiga hari dipertengahan bulan ini disebut dengan hari-hari putih. Dalam riwayat lain dari hadits Abu Dzar radhiallahu'anhu,beliau berkata: “Rasulullah shallahu 'alaihi wasalam memerintah kami untuk berpuasa tiga hari-hari putih dalam setiap bulan:13,14 dan 15.” (HR.Ibnu Hibban:3656)
disebut sebagai “hari-hari putih” disebabkan karena malam-malam yang terdapat pada tanggal tersebut bulan bersinar putih dan terang benderang. (lihat:fathul Bari:4/226)
Yang lebih menunjukkan keutamaan yang besar dalam berpuasa pada hari-hari putih tersebut, dimana Rasulullah shallahu 'alaihi wasalam tidak pernah meninggalkan amalan ini. Sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Abbas radhiallahu'anhu bahwa beliau berkata: “adalah Rasulullah shallahu 'alaihi wasalam tidak pernah meninggalkan puasa pada hari-hari putih,baik diwaktu safar maupun disaat mukim.” (HR.At-thabarani: ,dishahihkan Al-Albani dalam shahihul jami’:4848).
- 7, 8, 9 Januari 2012/Shafar 1433 H
- 5, 6, 7 Februari 2012/Rabi’ul Awwal 1433 H
- 6, 7, 8 Maret 2012/Rabi’ul Akhir 1433 H
- 5, 6, 7 April 2012/Jumadil Awwal 1433 H
- 4, 5, 6 Mei 2012/Jumadil Akhir 1433 H
- 3, 4, 5 Juni 2012/Rajab 1433 H
- 3, 4, 5 Juli 2012/Sya’ban 1433 H
- Puasa (wajib) Ramadhan 1433 H – 20 Juli – 18 Agustus 2012 *** dengan demikian, tidak ada puasa sunnah 3 hari di bulan Ramadhan..***
- 31 Agustus, 1, 2 September 2012/Syawwal 1433 H
- 29, 30 September, 1 Oktober 2012/Dzulqa’idah 1433 H
- 29, 30, 31 Oktober 2012/Dzulhijjah 1433 H. ***tgl 29 Oktober = hari terakhir Tasyriq, tidak boleh berpuasa***

3) Puasa Arafah
Berdasarkan hadits Abu Qatadah radhiallahu'anhu bahwa Rasulullah shallahu 'alaihi wasalam ditanya tentang puasa pada hari arafah,Beliau menjawab: “menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” (HR.Muslim:1162)
Kecuali bagi mereka yang sedang wukuf di Arafah dalam rangka menunaikan ibadah haji,maka tidak dianjurkan berpuasa pada hari itu. Berdasarkan hadits Ibnu Abbas radhiallahu'anhu bahwa Rasulullah shallahu 'alaihi wasalam berbuka di Arafah,Ummul Fadhl mengirimkan segelas susu kepada beliau,lalu beliau meminumnya.” (HR.Tirmidzi: 750,dishahihkan Al-Albani dalam shahih Tirmidzi)
Juga diriwayatkan dari hadits Ibnu Umar radhiallahu'anhu bahwa beliau ditanya tentang hukum berpuasa pada hari Arafah di Arafah?,beliau menjawab, “aku menunaikan ibadah haji bersama Nabi shallahu 'alaihi wasalam dan beliau tidak berpuasa pada hari itu,aku bersama Abu Bakar radhiallahu'anhu beliau pun tidak berpuasa padanya,aku bersama Umar dan beliau pun tidak berpuasa padanya,aku bersama Utsman dan beliau pun tidak berpuasa padanya. Dan akupun tidak berpuasa padanya,dan aku tidak memerintahkannya dan tidak pula melarangnya.” (HR.Tirmidzi:751.Dishahihkan Al-Albani dalam shahih Tirmidzi)

Puasa arafah: tgl 9 Dzulhijjah / Tanggal 25 Oktober 2012.
 
Tidak boleh berpuasa pada :
Hari Idul Adha – 10 Dzulhijjah / 26 Oktober 2012.
Hari tasyriq 11,12,13 Dzulhijjah / 27, 28, 29 Oktober 2012.

4) Puasa dibulan muharram,khususnya pada hari ‘Asyura (10 muharram)
Bulan muharram adalah bulan yang dianjurkan untuk memperbanyak berpuasa padanya. Berdasarkan hadits Abu Hurairah radhiallahu'anhu bahwa Rasulullah shallahu 'alaihi wasalam bersabda: “puasa yang paling afdhal setelah ramadhan adalah bulan Allah: muharram,dan shalat yang paling afdhal setelah shalat wajib adalah shalat malam.” (HR.Muslim:1163)

Dan diantara hari-hari dibulan tersebut,lebih dianjurkan lagi berpuasa pada hari Asyura,yaitu tanggal 10 muharram
Banyak hadits-hadits yang menunjukkan sangat dianjurkannya berpuasa pada hari ‘Asyura. Diantaranya adalah hadits Aisyah radhiallahu anha bahwa beliau berkata: "Adalah Rasulullah shallahu 'alaihi wasalam  memerintahkan (perintah yang mewajibkan) puasa pada hari ‘Asyura. Maka tatkala telah diwajibkannya ramadhan,maka siapa yang ingin berpuasa maka silahkan dan siapa yang ingin berbuka juga boleh.” (HR.Bukhari:1897,Muslim: 1125)
Dalam riwayat Muslim dari hadits Abu Qatadah bahwa Rasulullah shallahu 'alaihi wasalam ditanya tentang puasa pada hari ‘Asyura,maka beliau menjawab: “menghapus dosa setahun yang telah lalu." (HR.Muslim:1162)

Dan juga dianjurkan berpuasa pada tanggal sembilan muharram,berdasarkan hadits Ibnu abbas radhiallahu'anhu bahwa beliau berkata: tatkala Rasulullah shallahu 'alaihi wasalam berpuasa pada hari ‘Asyura dan memerintahkan untuk berpuasa padanya. Mereka (para shahabat) berkata:wahai Rasulullah,itu adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi dan Nashara. Maka bersabda Rasulullah shallahu 'alaihi wasalam : "jika tiba tahun yang berikutnya,insya Allah kita pun berpuasa pada hari kesembilan." Namun belum tiba tahun berikutnya hingga Rasulullah shallahu 'alaihi wasalam wafat. (HR.Muslim:1134)

Sangat dianjurkan tanggal 9 dan 10 (Tasu’a dan ‘Asyura). Bisa juga dilakukann tgl 10 dan 11.
 
5) Puasa 6 hari dibulan syawwal
Berdasarkan hadits Abu Ayyub Al-Anshari bahwa Rasulullah shallahu 'alaihi wasallam bersabda:
“barangsiapa yang berpuasa ramadhan, lalu menyambungnya dengan enam hari dibulan syawwal,maka dia seperti berpuasa sepanjang tahun.” (HR.Muslim: 1164 )
Hadits ini merupakan nash yang jelas menunjukkan disunnahkannya berpuasa enam hari dibulan syawwal. Adapun sebab mengapa Rasulullah shallahu 'alaihi wasallam menyamakannya dengan puasa setahun lamanya, telah disebutkan oleh Imam Nawawi rahimahullah bahwa beliau berkata: “berkata para ulama: sesungguhnya amalan tersebut sama kedudukannya dengan puasa sepanjang tahun,sebab satu kebaikannya nilainya sama dengan sepuluh kali lipat, maka bulan ramadhan sama seperti 10 bulan,dan enam hari sama seperti dua bulan.” (Syarah Nawawi:8/56)
Hal ini dikuatkan dengan hadits Rasulullah shallahu 'alaihi wasallam bahwa beliau bersabda: "berpuasa ramadhan seimbang dengan sepuluh bulan,dan berpuasa enam hari seimbang dengan dua bulan,maka yang demikian itu sama dengan berpuasa setahun.” (HR.Nasaai dalam Al-kubra (2860),Al-Baihaqi (4/293),dishahihkan Al-Albani dalam Al-Irwa’ (4/107). 
Tidak diperkenankan puasa pada 1 Syawal (19 Agustus 2012)
Antara 20 Agustus – 16 September 2012.
 
6) Puasa dibulan sya’ban
Diantara bulan yang dianjurkan memperbanyak puasa adalah dibulan sya’ban. Berdasarkan hadits Aisyah radhiallahu anha bahwa beliau berkata:aku tidak pernah melihat Rasulullah shallahu 'alaihi wasalam menyempurnakan puasa sebulan penuh kecuali ramadhan,dan aku tidak pernah melihat beliau berpuasa yang lebih banyak dari bulan sya’ban,” (HR.Bukhari:1868)


Kecuali pada hari-hari terakhir,sehari atau dua hari sebelum ramadhan ,tidak diperbolehkan berpuasa pada hari itu,terkecuali seseorang yang menjadi hari kebiasaannya berpuasa maka dibolehkan,seperti seseorang yang terbiasa berpuasa senin kamis,lalu sehari atau dua hari tersebut bertepatan dengan hari senin atau kamis. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah shallahu 'alaihi wasalam bahwa beliau bersabda: “janganlah kalian mendahului ramadhan dengan berpuasa sehari dan dua hari,kecuali seseorang yang biasa berpuasa pada hari itu maka boleh baginya berpuasa." (HR.Muslim:1082)

7) Puasa Dawud Alaihissalam
Berdasarkan hadits yang datang dari Abdullah bin Amr bin ‘Al-Ash radhiallahu'anhu bahwa Rasulullah shallahu 'alaihi wasalam bersabda, “puasa yang paling dicintai Allah Ta'ala adalah puasa Dawud, beliau berpuasa sehari dan berbuka sehari. Dan shalat yang paling dicintai Allah adalah shalatnya Dawud,beliau tidur dipertengahan malam,lalu bangun (shalat) pada sepertiga malam,dan tidur pada seperenamnya.” (HR.Bukhari :3238,dan Muslim:1159)
Dalam riwayat lain beliau shallahu 'alaihi wasalam bersabda: “tidak ada puasa (yang lebih utama) diatas puasa Dawud Alaihisssalam,setengah tahun, berpuasalah sehari dan berbukalah sehari.” (HR.Bukhari: 1879,Muslim:1159)

Catatan tambahan: Setelah Idul Fitri (berdasar keputusan pemerintah), kemungkinan ada pergeseran tanggal puasa sunnah,

Tuesday, May 8, 2012

Cerai ketika Marah

Beberapa kaidah penting terkait cerai ketika marah:

Pertama, Hindari Perceraian Semaksimal Mungkin
Mengapa perlu dihindari? Karena perceraian adalah bagian dari program besar iblis. Raja setan ini sangat bangga dan senang ketika ada cecunguknya yang mampu memisahkan antara suami-istri. Disebutkan dalam hadis dari Jabir, Nabi ‘alaihis shalatu was salam bersabda,

إن إبليس يضع عرشه على الماء ثم يبعث سراياه فأدناهم منه منزلة أعظمهم فتنة يجئ أحدهم فيقول فعلت كذا وكذا فيقول ما صنعت شيئا قال ثم يجئ أحدهم فيقول ما تركته حتى فرقت بينه وبين امرأته قال فيدنيه منه ويقول نعم أنت

“Sesungguhnya iblis singgasananya berada di atas laut. Dia mengutus para pasukannya. Setan yang paling dekat kedudukannya adalah yang paling besar godaannya. Di antara mereka ada yang melapor, ‘Saya telah melakukan godaan ini.’ Iblis berkomentar, ‘Kamu belum melakukan apa-apa.’ Datang yang lain melaporkan, ‘Saya menggoda seseorang, sehingga ketika saya meninggalkannya, dia telah bepisah (talak) dengan istrinya.’ Kemudian iblis mengajaknya untuk duduk di dekatnya dan berkata, ‘Sebaik-baik setan adalah kamu.’” (HR. Muslim, no.2813).

Al-A’masy mengatakan, “Aku menyangka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Iblis merangkul setan itu’.”
Imam al-Munawi mengatakan, “Sesungguhnya hadis ini merupakan peringatan keras, tentang buruknya perceraian. Karena perceraian merupakan cita-cita terbesar makhluk terlaknat, yaitu Iblis. Dengan perceraian akan ada dampak buruk yang sangat banyak, seperti terputusnya keturunan, peluang besar bagi manusia untuk terjerumus ke dalam zina, yang merupakan dosa yang sangat besar kerusakannya dan menjadi skandal terbanyak.” (Faidhul Qadir, 2:408).


Memang pada dasarnya, talak adalah perbuatan yang dihalalkan. Akan tetapi, perbuatan ini disenangi iblis karena perceraian memberikan dampak buruk yang besar bagi kehidupan manusia. Betapa banyak anak yang terlantar, tidak merasakan pendidikan yang layak, gara-gara broken home. Bisa jadi, anak-anak korban perceraian itu akan disiapkan iblis untuk menjadi bala tentaranya.
Lebih dari itu, salah satu dampak negatif sihir yang disebutkan oleh Allah dalam Alquran adalah memisahkan antara suami dan istri. Allah berfirman,

فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِه

“Mereka belajar dari keduanya (Harut dan Marut) ilmu sihir yang bisa digunakan untuk memisahkan seseorang dengan istrinya.” (QS. Al-Baqarah:102)

Sekali lagi, jangan sampai kita mengabulkan keinginan dan harapan iblis. Pikirkan ulang, dan ingat masa depan anak-anak dan nilai keluarga Anda di mata masyarakat. 


Kedua, Marah Ada Tiga Bentuk
Pembaca yang budiman, untuk menilai keabsahan perceraian ketika marah, terlebih dahulu perlu kita pahami tentang macam-macam marah, sebagaimana yang dijelaskan para ulama. Ibnul Qayim menulis buku khusus tentang cerai ketika marah, judulnya: Ighatsatul Lahafan fi Hukmi Thalaq al-Ghadban. Beliau menjelaskan bahwa marah ada tiga macam:

Seseorang masih bisa merasakan kesadaran akalnya, dan marahnya tidak sampai menutupi pikirannya. Dia sadar dengan apa yang dia ucapkan dan sadar dengan keinginannya. Marah dalam kondisi ini tidaklah mempengaruhi keabsahan ucapan seseorang. Artinya, apapun yang dia ucapkan tetap dinilai dan teranggap. Baik dalam urusan keluarga, jual beli, atau janji, dst.

Marah yang memuncak, sehingga menutupi pikiran seseorang dan kesadarannya. Dia tidak sadar dengan apa yang dia ucapkan atau yang dia inginkan. Layaknya orang yang gila, hilang akal, kemudian ngamuk-ngamuk. Marah pada level ini, ulama sepakat bahwa semua ucapannya tidak teranggap dan tidak diterima. Baik dalam urusan muamalah, nikah, sumpah, janji, dst.. Karena ucapan seseorang ternilai sah menurut syariat, jika orang yang mengucapkannya sadar dengan apa yang dia ucapkan.

Marah yang tingkatannya pertangahan dari dua level di atas. Akal dan pikirannya tertutupi, namun tidak sampai total. Layaknya orang stres yang teriak-teriak, lupa daratan. Tidak sebagaimana level sebelumnya. Untuk marah dalam kondisi ini, statusnya diperselisihkan ulama. Ada yang mengatakan ucapannya diterima dan ada yang menilai tidak sah. Kemudian Ibnul Qayim menegaskan, “Dalil-dalil syariat menunjukkan (marah dalam kondisi ini) tidak sah talaknya, akadnya, ucapannya membebaskan budak, dan semua pernyataan yang membutuhkan kesadaran dan pilihan. Dan ini termasuk salah satu bentuk ighlaq (tertutupnya akal), sebagaimana keterangan para ulama."
(Ighatsatul Lahafan fi Hukmi Thalaq al-Ghadban, Hal. 39)

Ketiga, Kalimat ‘cerai’ Ada Dua
Sebelum melanjutkan pembahasan lebih jauh, kita perlu memahami bahwa kalimat cerai dan turunannya ada dua: lafadz sharih (tegas) dan lafadz kinayah (tidak tegas).
Sayid Sabiq dalam Fiqh Sunah menjelaskan:
Lafadz talak bisa dalam bentuk kalimat sharih (tegas) dan bisa dalam bentuk kinayah (tidak tegas).

a. Lafadz talak sharih adalah lafadz talak yang sudah bisa dipahami maknanya dari ucapan yang disampaikan pelaku. Atau dengan kata lain, lafadz talak yang sharih adalah lafadz talak yang tidak bisa dipahami maknanya kecuali perceraian. Misalnya: Kamu saya talak, kamu saya cerai, kamu saya pisah selamanya, kita bubar…, silahkan nikah lagi, aku lepaskan kamu, dan semua kalimat turunannya yang tidak memiliki makna lain selain cerai dan pisah selamanya.
Imam as-Syafi’i mengatakan, “Lafadz talak yang sharih intinya ada tiga: talak (arab: الطلاق), pisah (arab: الفراق), dan lepas (arab: السراح). Dan tiga lafadz ini yg disebutkan dalam Alquran.” (Fiqh Sunah, 2:253).

b. Lafadz talak kinayah (tidak tegas) adalah lafadz yang mengandung kemungkinan makna talak dan selain talak. Misalnya pulanglah ke orang tuamu, keluar sana.., jangan pulang sekalian..,

Cerai dengan lafadz tegas hukumnya sah, meskipun pelakunya tidak meniatkannya.
Sayid Sabiq mengatakan, “Kalimat talak yang tegas statusnya sah tanpa melihat niat yang menjelaskan apa keinginan pelaku. Mengingat makna kalimat itu sangat terang dan jelas.” (Fiqh Sunah, 2:254)

Hal yang sama juga ditegaskan dalam Al-Mausu’ah al-Fiqhiyah (Ensiklopedi Fiqh),

واتفقوا على أن الصريح يقع به الطلاق بغير نية

“Para ulama sepakat bahwa talak dengan lafadz sharih (tegas) statusnya sah, tanpa melihat niat (pelaku)” (Al-Mausu’ah al-Fiqhiyah, 29:26)

Sementara itu, cerai dengan lafadz tidak tegas (kinayah), dihukumi dengan melihat niat pelaku. Jika pelaku melontarkan kalimat itu untuk menceraikan istrinya, maka status perceraiannya sah. Bahkan sebagian ulama hanafiyah dan hambali menilai bahwa cerai dengan lafadz tidak tegas bisa dihukumi sah dengan melihat salah satu dari dua hal; niat pelaku atau qarinah (indikator). Sehingga terkadang talak dengan kalimat kinayah dihukumi sah dengan melihat indikatornya, tanpa harus melilhat niat pelaku.

Misalnya, seorang melontarkan kalimat talak kinayah dalam kondisi sangat marah kepada istrinya. Keadaan ‘benci istri’ kemudian mengucapkan kalimat tersebut, menunjukkan bahwa dia ingin berpisah dengan istrinya. Sehingga dia dinilai telah menceraikan istrinya, tanpa harus dikembalikan ke niat pelaku.

Akan tetapi, pendapat yang lebih kuat, semata qarinah (indikator) tidak bisa jadi landasan. Sehingga harus dikembalikan kepada niat pelaku. Ini merupakan pendapat Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-Utsaimin, sebagaimana keterangan beliau di Asy-Syarhu al-Mumthi’ 11:9.

Kemudian terkait masalah ini, ada satu ucapan yang sama sekali tidak mengandung makna talak sedikit pun. Baik secara tegas maupun kiasan. Untuk kalimat semacam ini sama sekali tidak dinilai sebagai talak, apapun niatnya. Misalnya mengumpat istrinya, atau menjelekkannya, dst. Syaikh Ibnu Utsaimin mengatakan, “Jika kalimat yang dilontarkan sama sekali tidak mengandung kemungkinan makna talak, maka status talak tidak jatuh (baca: tidak sah), meskipun pelaku berniat untuk menceraikannya ketika dia mengucapkan kalimat tersebut. Misalnya, seseorang mengatakan, ‘Kamu pendek.., kamu ketinggian..’, dan orang ini menyatakan, ‘Saya berniat untuk menceraikannya.’ Yang demikian hukumnya tidak jatuh talaknya. Karena kalimat semacam ini sama sekali tidak mengandung makna talak. (Asy-Syarhu al-Mumthi’, 13:66)

Keempat, Cerai Ketika Marah
Terdapat sebuah hadis, dari A’isyah radhiallahu’anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لا طلاق ولا عتاق في إغلاق

“Tidak ada talak dan tidak dianggap kalimat membebaskan budak, ketika ighlaq.” (HR. Ahmad, no.26403, Ibnu Majah, no.2046, Hakim, dan dihasankan Al-Albani)

Makna kata: ighlaq : terdesak. Karena orang yang terdesak kondisinya mughlaq (tertutup), sehingga gerakannya sangat terbatas. (An-Nihayah fi gharib al-atsar, 3:716)
Ada juga sekelompok ulama yang memaknai ighlaq dengan marah. Dalam arti marah yang sanngat hebat, sehingga kemarahannya menghalangi kedasarannya, sebagaimana penjelasan sebelumnya.

Berdasarkan hadis ini, ulama menjelaskan bahwa bahwa talak dalam kondisi marah besar, sampai menutupi akal, hukumnya tidak sah. Nah.., dari keterangan macam-macam marah, Imam Ibnul Qayim menjelaskan bahwa talak hukumnya jika marahnya baru pada level pertama, yaitu marah yang masih bisa merasakan kesadaran akalnya, dan marahnya tidak sampai menutupi pikirannya. Dia sadar dengan apa yang dia ucapkan dan sadar dengan keinginannya.

Sementara talak yang dijatuhkan pada saat marah di level kedua dan ketiga, talaknya tidak jatuh. Untuk marah yang sudah memuncak, sebagaian ulama menegaskan bahwa semua kaum muslimin sepakat talak yang dijatuhkan tidak sah.
Syaikh Ibnu Utsaimin mengatakan, “Marah yang sampai pada batas, dimana dia tidak sadar dengan apa yang dia ucapkan, bahkan sampai pingsan, dalam kondisi ini talak tidak sah dengan kesepakatan ulama. Karena orang ini tidak sadar dengan apa yang dia ucapkan.” (Asy-Syarhul Mumti’, 13:28)

"Karena itu, jangan Anda beralasan, ‘Saya talak istri saya ketika marah, jadi gak sah’. Alasan semacam ini bisa jadi tidak diterima. Karena selama Anda masih sadar ketika mengucapkan kata-kata cerai pada istri, maka talak statusnya sah, meskipun Anda lontarkan hal itu dalam keadaan marah."

Kelima, Cerai Tetap Sah Walaupun Anda Tidak Berniat Cerai
Bagian ini sebenarnya mengulang dari keterangan di atas. Namun mengingat banyak orang bersih kukuh untuk menolak talak yang disampaikan dengan kalimat tegas ketika marah maka perlu untuk kami sendirikan dengan rinci. Hampir semua lelaki yang menyesali talaknya ketika marah, mereka beralasan, saya sama sekali tidak berniat mentalak istri saya, saya sama sekali tidak bermaksud demikian, saya cuma ngancam, saya cuma main-main, dan seabreg alasan lainnya. Apapun itu, jika Anda dengan tegas menyampaikan kalimat talak, maka status cerai Anda sah, meskipun Anda sama sekali tidak berniat talak.

Dalilnya, hadis dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ثلاث جدهن جد وهزلهن جد: النكاح والطلاق والرجعة

“Ada tiga hal, seriusnya dinilai serius, main-mainnya dinilai serius: Nikah, talak, dan rujuk.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan dihasankan Al-Albani)

Artinya, untuk tiga akad tersebut: nikah, talak, dan rujuk, walaupun dilakukan dengan main-main, statusnya tetap sah, jika syaratnya terpenuhi.
Karena itu, hati-hati dengan kalimat talak yang sharih (tegas), yang tidak mengandung kemungkinan selain makna talak. Perhatikan kutipan penjelasan di atas:
Sayid Sabiq mengatakan, “Kalimat talak yang tegas statusnya sah tanpa melihat niat yang menjelaskan apa keinginan pelaku. Mengingat makna kalimat itu sangat terang dan jelas.” (Fiqh Sunah, 2:254)
Meskipun Anda main-main, tidak serius, cuma ngancam, atau intinya tidak bermaksud setitik pun, ingat semua alasan ini tidak bisa diterima. Alasan semacam ini bisa diterima, jika kalimat talak yang disampaikan tidak tegas (kinayah).

Keenam, cerai adalah akad lazim yang tidak bisa dibatalkan
Bagian ini akan menjelaskan bahwa talak adalah akad yang mengikat (lazim) dan tidak bisa dicabut. Sebelumnya perlu kita pahami pembagian akad ditinjau dari konsekwensinya, ada dua:

Akad lazim, adalah akad yang mengikat semua pihak yang terlibat, sehingga masing-masing pihak tidak punya hak untuk membatalkan akad. Artinya, begitu kalimat itu diucapkan maka statusnya sah, dan tidak boleh dicabut
Contoh: akad jual-beli, sewa-menyewa, nikah, talak dan semacamnya.

Akad jaiz atau akad ghairu lazim, adalah akad yang tidak mengikat. Artinya salah satu pihak boleh membatalkan akad tanpa persetujuan rekannya.
Contoh: akad pinjam-meminjam, wadi`ah, mewakilkan, dll.
(Al-Mausu’ah al-Fiqhiyah, 30:230)

Ketujuh, hindari kalimat-kalimat bermakna cerai ketika marah

Kami sangat yakin, ketika Anda marah, Anda ingin mengungkapkan semua isi hati Anda. Apalagi ketika ditunggangi perasaan benci kepada istri. Bayangan ‘sayang-sayang’ di waktu Anda berkenalan dengan calon istri Anda seolah pudar tanpa tersisa sedikit pun.

Islam tidak melarang Anda meluapkan perasaan Anda dan ledakan hati Anda. Tapi Islam mengatur dan mengarahkan kepada sikap yang benar. Namun sungguh sangat disayangkan, betapa banyak orang yang kurang menyadari.
Tidak ada yang bisa kami nasihatkan, selain HINDARI semaksimal mungkin kalimat yang secara tegas menunjukkan makna talak. Dengan bahasa yang lebih tegas, hindari kalimat talak sharih sebisa mungkin. Ini jika Anda masih ingin bersama keluarga Anda.

Kedelapan, Jadilah Keluarga yang Tidak Gegabah
Dari A’isyah radhiallahu’anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ماكان الرفق في شيء إلا زانه ولانزع من شيء إلا شانه

“Tidaklah kelembutan menyertai sesuatu melainkan ia akan menghiasinya, dan tidaklah kelembutan itu dicabut dari sesuatu, melainkan akan semakin memperburuk-nya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Jadilah keluarga yang tidak gegabah, mudah emosi, mudah meluapkan kemarahan, tidak perhitungan. Yang laki-laki punya penyakit suka ngomel: cerai, talak, kita pisah, nikah sama lelaki lain sana…, bubar..bubar…, aku lepaskan kamu, besok kuurus surat cerai.., aku ikhlaskan kamu karena itu pilihanmu, aku thalaq, aku thalaq.., aku cerai tiga…,
Tapi begitu redam, ingin merasakan dekapan istrinya, dia menyesal…, dia ingkari dan ingkari… tidak, sama sekali saya tidak bermaksud menjatuhkan talak… Allahu akbar!…, inilah potret suami yang kesadarannya kurang, jika tidak ingin dibilang akalnya kurang.

Tidak kalah dengan itu, yang perempuan sukanya minta cerai.., dikit-dikit minta cerai, ceraikan aku.., talak saja aku.., aku ingin cerai….!! ini tidak kalah parahnya. Sungguh potret wanita kurang….

Sabar…Sabar…Sabar… tahan lidah…

Walllahu a’lam

Ustadz Ammi Nur Baits
www.KonsultasiSyariah.com
[Re-published oleh; Abi Zam - www.kisahrasulnabisahabat.blogspot.com]